Kamis, 06 November 2014

Akhirnya Pulang Juga (Barangnya)

Seperti yang pernah saya bilang, batas akhir studi saya adalah 1 Agustus 2014. Yang dimaksud batas akhir adalah batas menyelesaikan tesis, yang berarti tesis diserahkan ke pihak univeristas. Proses sesudah itu adalah tesis tersebut diperiksa oleh dua orang examiner dari pihak luar universitas. Jadi para student udah pulang, barulah tesis itu diuji. Apabila lewat setelah tanggal 1 Agustus, maka saya harus membayar sendiri biaya sekolah karena beasiswa saya juga habis tanggal tersebut. Satu semester kelambatan harus bayar sekitar $10,000. Denda biasanya dihitung bulanan, kalo ada kelebihan hari maka dihitung prorata tarif per hari.

Apartemen saya kontrakannya habis 20 Mei 2014, yang tentu saja tidak sinkron dengan tanggal batas studi saya tersebut. Pihak agen udah bilang bahwa memperpanjang kontrak bisanya adalah tahunan, kan gak mungkin saya perpanjang sampai Mei 2015, siapa mau menghuni ntar. Sebenernya sih bisa kata temen-temen saya memperpanjang mingguan sampai saya selesai sekolah, tapi mengingat bahwa agen apartemen saya orangnya reseh, dan juga saya harus mencarikan sekolah baru di Indonesia buat Aby yang masuk SMP, maka diputuskan bahwa keluarga akan saya pulangkan Mei 2014, sedang saya akan tinggal di rumah temen menyelesaikan studi.

Maka mulailah proses seperti dulu tapi dibalik. Kalo dulu sibuk pindahan masuk, maka sekarang sibuk pindahan keluar. Walaupun keliatannya apartemen gak ada isinya, tapi setelah dilihat-lihat banyak juga. Terpaksa barang-barang yang gak akan dibawa pulang dijual atau dikasih temen. Kulkas belinya $200 dijual $50, karena setelah saya tawarkan gratis ke teman-teman gak ada yang mau (mereka semua udah punya kulkas, ya jelaslah). Sisanya dikasih ke orang: meja makan dan kursinya, kasur, lemari baju dua biji, dipan Aby, akuarium, rak sepatu, dst. Yang orang gak mau terpaksa dibuang di depan rumah, misalnya sofa yang sudah rada meleyot, kursi, alat-alat yang lain.

Hingga akhirnya tinggallah barang-barang yang sayang untuk dikasih ke orang dan barang yang memang dibeli untuk dibawa pulang. Pakaian, tivi, sepatu, tas, mainan anak, alat tulis dsb adalah tergolong barang yang memang sudah dipakai yang bisa dibawa pulang. Sedangkan barang yang khusus dibeli untuk dibawa pulang adalah alat barbeque (harganya $400, tapi kalo di Indonesia harganya Rp11juta), alat-alat pertukangan (saya sengaja beli ini karena mau mencoba hobi baru sebagai tukang kayu), terus karpet (beli di Ikea bagus banget cuma $150 harga satunya, saya beli dua). Yang paling berat adalah buku-buku yang diberikan Prof saya (kan dia jobless!).

Setelah itu barang dimasukin box untuk dikirim lewat ekspedisi. Setelah semua dikemas selama lebih dari dua minggu hasilnya adalah 38 kardus, dengan berat total sekitar 400 kilo. Ongkos kirim ke Serpong adalah $3 per kilonya. Ini dia barangnya:


Abis itu diambillah barang sama perusahaan ekspedisi. Ternyata yang datang adalah seorang tukang bule dengan sebuah mobil boks. Dia ngangkut barang sendiri bolak balik (tanpa bantuan saya) dengan trolinya, kayak gini nih.


Dua minggu kemudian barang udah nyampai di rumah saya di Serpong dengan selamat. Tapi sekali lagi saya liat fenomena produktivitas  yang berbeda antara bule dengan orang Indonesia. Kalo waktu ngambil barang di Perth sana si bule kerja sendiri dan gak sampai satu jam selesai, maka di Serpong sini memasukkan barang perlu tenaga dua orang (sopir ekspedisi sama satunya lagi), bahkan dibantu saya biar cepet. Itupun waktunya lebih lama, yakni dua jam. Dan tanpa pake troli. Tuh kan, bedanya negara maju sama bukan adalah produktivitas!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar