Kamis, 30 Desember 2010

Sebuah Penurunan

Pembawa acara kondang Tantowi Yahya pernah bilang: Life is not Christmas everyday. Maksudnya ya kurang lebih hidup itu kadang-kadang susah, kadang-kadang seneng. Atau kalo menurut candaan temen saya yang arek Malang: di dunia, ada dua jenis makanan: yang enak, dan yang enak banget (eh, beda, ya?). Ya pokoknya gitu deh. Dalam kasus saya pepatah ini artinya adalah: kadang-kadang saya punya mobil tua, kadang-kadang punya mobil yang tua banget!

Saya yang seumur-umur belum pernah beli mobil baru, minggu kemarin akhirnya beli mobil second di sini (itu juga setelah menjual mobil yang dulunya juga beli second di Jakarta!). Mobil yang terbeli ini merknya Hyunday Accent tahun 1997. Sudah tua bangka bukan? Ini ibaratnya dua buah penurunan: biasanya saya pakainya merk Toyota (termasuk mobil dinas juga dulu Kijang, juga mobil di Amrik dulu yakni sebuah Corolla Twin Cam!), kali ini cukup mobil negeri ginseng aja. Penurunan kedua, ini mobil usianya udah 13 tahun! Waktu di Amrik tahun 2001, saya beli mobil tahun 1991 (usia sepuluh tahun!). Yah sudahlah, yang penting bisa nglundung! Harganya $1.750 dapet dari temen sesama Indonesia. Pajak dan balik nama $65. Memang harga mobil bekas di sini lebih murah dari di Indonesia. Dengan harga segitu, dapetnya sebuah mobil yang sedikit ada lecet-lecetnya, plus kalo distart terdengar suara menjerit (kayaknya di dinamo starter) yang membuat orang selapangan parkir nengok semua. Sampai sekarang belum sempat dibetulin.



Beli mobil di sini gampang (tentu saja kalo ada duitnya!). Tinggal si penjual dan pembeli mengisi formulir jual beli, pembeli membayar, kemudian si penjual mengirim formulir tersebut ke Samsat sini, seminggu kemudian saya dapet tagihan balik nama dan pajaknya lewat pos. Tinggak bayar pajak tadi lewat internet, udah sah deh mobil jadi hak milik. Sesudah dibayar, tentu STNK akan dikirim lewat pos juga ke rumah. Tidak pakai esek-esek nomor rangka dan nomor mesin, dan tidak usah pakai calo buat ngurus balik namanya! Bahkan ini lebih canggih dari Amrik dulu yang tetap harus ke Samsat buat ngurus balik nama dan dapet plat baru. Kalo di sini, plat nomernya tetap yang lama. Di Amrik, plat nomoer melekat di orang, kalo di sini plat nomer melekat di mobil. Pokoknya, ibaratnya kalo kata pos kota, itu mobil sudah siap luar kota. Yang sayangnya, dalam kasus saya: belum siap luar kota karena starter yang menjerit tadi!

Jumat, 24 Desember 2010

Giliran Anaknya yang Sekolah

Setelah Aby nyampai di sini, tentunya selain jalan-jalan, juga dia wajib sekolah. Sesuai petunjuk dari Curtin, saya harus lapor dulu ke International Officenya Curtin untuk dapet surat pengantar. Segera kami meluncur ke kampus ketemu Chris, nenek-nenek baik hati yang ngurusin masalah itu. Setelah basa basi sejenak, dia segera menelpon SD negeri terdekat dengan tempat tinggal. Rupanya sekolah di sini juga mengenal rayonisasi, artinya kalau saya tinggal di daerah X ya sekolahnya harus di SD deket situ. Makanya si Chris segera menelpon Victoria Park Primary School dan nanyain apa ada kursi kosong. Ternyata masih ada kursi kosong buat si Aby. Setelah menunggu 15 menit surat pengantar sudah di tangan untuk dibawa ke sekolah baru tersebut. Cepet juga ngurusnya..

Besoknya, dengan menumpang bis, kami tiba di SD tersebut. Setelah menunjukkan surat pengantar, lalu mengisi beberapa formulir. Anak penerima beasiswa ADS statusnya disamakan dengan penduduk asli, sehingga Aby gak usah bayar uang sekolah. Lumayan juga ya? Hanya perlu membayar sumbangan sukarela saja (kayak di Indonesia!) sebanyak $45, sama dua setel seragam yang harus dipakai setiap hari. Baju kaos biru muda satunya $18, sama dua buah celana pendek sedengkul yang satunya $22, sama topi $10, walaupun mungkin baju dan celana yang sama bisa dibeli di Pasar Senen seharga 50rb rupiah saja. Buku pelajaran dan alat tulis beli sendiri. Ya gak apa-apa lah, mau gimana lagi.

Segala urusan kelar dalam waktu satu jam, dan si Aby udah resmi jadi murid di situ, dan mulai masuk 2 Februari nanti! Oya, dia juga nanti masuknya di kelas empat, padahal di Indo dia baru kelas tiga. Karena tahun ajaran dimulai Januari, maka lumayan si Aby loncat kelas setangah tahun!


Wow Factors (yang tidak terlalu wow...)

Setelah menunggu hampir selama enam bulan (yang merupakan enam bulan terpanjang dalam hidup saya) akhirnya anak dan istri saya menyusul juga ke negeri kanguru! Kalo istri saya mah udah pernah tinggal di LN jadi ya pasti gak ada masalah! Tapi buat anak saya si Aby tentu lain lagi! Ceritanya dia mulai heran sejak pesawat transit di Bali, karena penumpang berikutnya ke Perth sebagian besar bule! Pasti ini bule terbanyak yang dia lihat dalam hidupnya, walaupun dia lahir dan menghabikan 1 tahun pertamanya di Amrik pasti dia tidak ingat bahwa dia pernah hidup di negara yang bulenya jauh lebih banyak!



Nah, pertanyaannya gimana dia enjoy sama Perth? Kalo kata temen saya yang motivator, untuk mengatasi hal itu jangan dilupakan 'wow factor'. Maksudnya, tunjukkan pada anak hal-hal yang hebat di sini, supaya si anak takjub dan berikutnya terkesan sehingga betah. Makanya, saya tunjukkan aja hal-hal 'hebat' di sini yang sesungguhnya biasa aja: tinggal di apartemen di atas (kan biasanya rumah ada di atas tanah), pakai vacum cleaner untuk bersih-bersih (kalo di rumah kan ada si mbak!), pakai mesin laundri dan pengering yang nyalainnya harus pakai koin, lihat truk pemotong dan penghancur pohon, nonton truk sampah yang punya lengan pengangkat tong sampah, nyebrang jalan yang harus mencet bel dulu, masuk kompleks apartemen yang pakai kunci magnetik, sama kotak pos yang pakai kunci!

Ternyata sejauh ini semuanya berjalan lancar dengan 'wow factor' yang sebenarnya tidak terlalu 'wow' itu!

Saya Disidang!

Seminggu sebelum candidacy, pak prof bilang saya harus menyelidiki tempat presentasi candidacy saya, karena tempatnya baru, bukan tempat biasa ngumpul di business school yang kebetulan sedang direnovasi. Walah, harus belajar ngeset peralatan di tempat yang baru nih! Pasalnya minggu itu saya sudah latihan presentasi di boardroom business school (di depan sekitar 6 profesor dan beberapa student di CBS), sudah tau di mana nyari notbuk sama proyektornya sekalian.

Hari H minus satu, saya meluncur ke tampat baru. Setelah nanya ke mbak resepsionis bule di situ, saya segera ditunjukin tempat yang baru. Wah, ternyata malah lebih enak, sudah ada computer, proyektor, dan layarnya sekalian terpasang, jadi tinggal masukin USB doang. Kalo di tempat lama, harus nggotong-gotong notbuk, proyektor, dan tanpa layar karena langsung nyorot ke tembok. Setelah mencoba di tempat baru ternyata lancar, tidak lupa saya nanya ke mbaknya di mana letak toiletnya! Ini penting lho, siapa tau saya mendadak kebelet tepat sebelum presentasi! Bahkan, saya punya temen pengajar public speaking, dia juga bilang bahwa hal pertama yang harus ditanyakan ke penyelenggara seminar adalah di mana letak toiletnya, karena dia sendiri walaupun sudah melanglang Indonesia, tetap harus pipis dulu lima menit sebelum ngomong!

Akhirnya hari H telah tiba. Bangun tepat jam lima, habis mandi saya ganti baju. Enaknya baju yang gimana ya? Apa pakai jas terus dasi sekalian, tapi kok saya liat professor di sini tidak ada yang berdasi, bahkan bersepatu kanvas sama baju lengan pendek. Apa saya pakai baju tangan pendek juga? Tapi takut kedinginan, nanti malah gampang kebelet! Akhirnya saya putuskan pakai jaket eselon dua saya. Bukan karena saya sudah eselon dua, tapi itu adalah jaket item pakai resleting di depan yang ngetren dipakai para pejabat eselon dua kalo lagi rapat di kantor dulu! Oke kayaknya mantap nih!

Acara dijadwalkan jam 10, saya udah di TKP jam 9. Setelah mengetes computer ternyata semua berjalan lancar, saya lihat meja di deket dinding, banyak plakat dari universitas di luar negeri yang terpajang di sana, rupanya Curtin banyak dikunjungi universitas luar negeri, terbanyak dari Cina. Ada pula dari Singapure, Malaysia, Hong Kong, India, dan tidak ketinggalan ada dari Unissula dan UNS! Lumayan, ada wakilnya dari Indonesia!

Pukul 9.30 ada mahasiswa datang bersama satu temennya, rupanya sesudah saya candidacy, giliran dia berikutnya. Pukul 9.50 profesor pembimbing saya dan pembimbing dia juga datang. Lah, mana yang lain? Katanya setiap candidacy biasanya ada sekitar 6-8 profesor penguji yang datang plus sekitar 5-6 mahasiswa yang mau nonton. Lha ini kok cuma ada satu profesor pembimbing saya sama satu pembimbing dia, terus satu student temen saya dan satu student temennya presenter berikutnya! Jangan-jangan kekurangan orang terus dibatalin nih, padahal persiapan sudah matang! Pukul 10, professor saya nelpon ketua tim penguji. Masya Allah ternyata dia lupa kalo hari itu harus datang! Wah, gimana nih, mosok ketuanya lupa. Pak ketua berjanji akan segera melucur dari rumah ke TKP, kan rumahnya deket. Jadilah acara ditunda sampai jam 10.30. Setelah pak ketua datang, acara segera dimulai dengan peserta hanya tiga professor plus dua student penonton. Profesor penguji yang lain tidak nampak batang hidungnya! Apa mereka juga pada lupa? Alamak, ini serius apa gimana?

Mulailah saya presentasi! Ternyata saya tidak berkeringat dingin seperti yang saya bayangkan, karena ternyata para profesornya tidak bertampang serius malah pasang muka santai. Juga mereka nanyanya juga bukan mau ngejatuhin, cuman nanya biasa doang! Wah, cuman begini doang tho candidacy itu! Habis presentasi sekitar setengah jam plus 20 menitan tanya jawab, saya disuruh keluar sebentar, mereka mau diskusiin vonisnya! Lima menit kemudian saya disuruh masuk kembali dan ternyata candidacy saya gak ada masalah, tidak ada yang harus diubah barang satu huruf pun! Cihuy! Berarti gelar saya nambah jadi PhD candidate nih! Hehehe..

Saya denger-denger ada juga beberapa candidacy yang hasilnya mengharuskan perubahan proposal, entah metodenya, entah landasan teori, entah latar belakangnya, baik sedikit ataupun banyak! Berarti saya beruntung nih, tidak harus mengubah satu kata pun di proposal, dapet professor yang gak reseh, sama penguji yang baik-baik, plus banyak penguji yang tidak datang di acara itu! Memang bener juga pepatah yang mengatakan: orang bodoh kalah sama orang pinter, tapi orang pinter kalah sama orang yang beruntung!

Minggu, 05 Desember 2010

Pengamen Terorganisir

Siang tadi habis makan siang di city (sebenarnya bukan makan siang tapi cemolan berupa salad udang makaroni salmon yang sangat maknyus!), keluar dari foodcourt lamat-lamat terdengar petikan gitar lagu Stairway to Heaven. Wah, mantap nih, udah lama saya gak mendengar music live (terus terang sejak menikah sampai dengan punya anak, saya jadi jarang nonton musik live, kecuali kayaknya 2 kali nonton Jak-Jazz dan beberapa kali nonton Jajan Jazz di BSD. Waktu bujangan dulu, minimal sebulan sekali saya ke Ancol nonton Friday Jazz Nite yang gratis tapi keren itu!).

Sampai di luar, betapa terkejutnya saya, karena yang main gitar tadi adalah seorang anak kecil bule yang kira-kira baru berumur 11 tahun! Wah, keren deh! Ini gambarnya:


Selesai memainkan lagu itu, dia mainkan lagu berikutnya: Smoke on the Water! Wah, tambah keren nih. Tentu saja sehabis dia memainkan lagu itu banyak penonton (termasuk saya tentunya, karena prinsip saya adalah kalo saya terhibur, saya harus ikut menyumbang duit!) pada menyemplungkan dolarnya ke kotak amal yang tersedia....

Pada kesempatan lain, ada pula pengamen bapak-bapak dengan pianonya:


Bapak ini juga lagu-lagunya enak, sejenis lagu piano yang lembut macam Fur Elise atau instrumen model-model David Clayderman gitu. Paling cocok didengerin kalo suasana hati lagi adem (misalnya sehabis terima transferan allowance dari ADS!)

Sebenernya yang lebih patut diberi kredit adalah tentang bagaimana the City of Perth (ini nama resminya), bisa memenej kegiatan seperti itu. Pemusik atau penampil bisa dengan tenang mengeluarkan kemampuan terbaiknya (tentunya dengan aturan yang jelas, termasuk berapa sewa tempatnya). Penonton juga senang bisa mendapatkan hiburan dari penampil yang keren, tidak tatoan, badannya bersih, dan berwajah tidak sangar!

Sebuah contoh bagaimana mewujudkan the win-win-win situation!

Rabu, 01 Desember 2010

Ternyata Bukan Hanya Orang Indonesia Yang Suka Barang Bekas

Seperti yang pernah saya bilang, salah satu cara mendapatkan barang murah adalah kalo lagi ada pasar barang bekas. Di Perth, setiap 3 bulan ada pasar kayak gini, di aula yang gede banget, namanya Selby.

Lihat gambar berikut:


Itu adalah suasana antrian di pintu masuk pasar tersebut. Ternyata bukan hanya orang Indonesia yang gemar, melainkan mayoritas pengunjungnya juga para bule yang tanpa sungkan-sungkan mencari barang second!

Kesimpulannya: di negeri orang gak usah malu-malu!