Rabu, 20 November 2013

RIP Hyundai Tua (2010-2013)

Marilah kita relakan kepergian mitra saya dalam belajar, bekerja, dan jalan-jalan: Mobil Hyundai andalan saya, yang sudah saatnya kembali ke alam baka...

Ceritanya pada suatu hari saya mau pergi ke pengajian. Nah di lampu merah saya berhenti, di samping agak belakang ada mobil polisi. Wah saya udah gak enak nih, jangan-jangan mau nangkep saya. Eh beneran, begitu lampu ijo, itu mobil geser ke belakang saya terus nyalain lampu merah birunya itu. Walah, langsung saya menepi. Dua polisi berbadan besar langsung keluar dan mendekati saya yang deg-degan ini.

Satunya bilang ke saya: kamu tau gak mobilmu berasap? Enggak tuh pak, jawab saya sambil pura-pura bego (padahal sudah lama saya tau, makanya saya paling takut kalo liat polisi). Dia perintah buka kap mesin depan. Langsung dia mengogrek-ogrek (ini bahasa indonesanya apa ya?) aki saya (saya pikir apa hubungannya?), terus dia bilang: tuh liat akimu kendor, bahaya nih kalo dibiarin bisa mencelat! Halah, ada-ada aja. Terus dia bilang lagi: ini nih mesinnya udah bocor, oli ke mana-mana, ke ruang mesin, makanya mobil kamu berasap! Pokonya kamu harus betulin itu mobil, diganti tuh gasketnya (tau kan gasket, itu lho kardus yang ada di tengah-tengah mesin kalo dibingkar), biar gak bocor lagi. Abis dibetulin, bawa ya ke tempat inspeksi. Nanti di tempat inspeksi, mobil kamu diperiksa menyeluruh, bukan hanya mesinnya tapi semua fungsi: rem, lampu, dsb.

Lalu satu polisi lagi diam-diam nempelin stiker kayak gini di kaca depan:


Nah, mobil yang ada stiker begituan, gak boleh beredar di jalan sebelum dibetulis semua. Dia memberi waktu sepuluh hari buat betulin itu mobil. Kalo lewat sepuluh hari gak dibetulin dan ini mobil masih berkeliaran di jalan, maka saya kena sangsi $600, dia ngancem begitu.

Terus pulangnya saya mikir, betulin mobil berasap bisa lebih dari $1000 ongkosnya, terus yang lain-lain (misalnya rem saya gak begitu pakem harus dibetulin juga karena nanti ada inspeksi menyeluruh), ongkosnya bisa $600. Bahkan saya denger ada temen dulu di sini, kena stiker kuning gitu, betulin mobil kena lebih dari lima ribu, alamak...

Makanya mendingan mobil saya buang aja deh. Saya segera telpon wrecker mobil, buat ngambil mobil yang telah berjasa itu. Sebagai besi tua, mobil itu dihargai $80 sama si wrecker. Dengan sedikit tahlilan, saya relakan mobil dibawa pergi. Rest in peace my brother ....



Lagi Sibuk

Ternyata banyak pembaca blog ini yang menanyakan saya lewat FB kemana aja kok gak pernah nulis blog lagi. Saya sendiri juga gak sadar, ternyata udah lama banget. Jawabannya sederhana saja: memang saya selama ini sibuk berat. Penyebabnya adalah saya 'naik kelas'. Dalam bidang akademis, sejak awal tahun ini saya direkrut sama professor pembimbing saya menjadi Research Assistant (RA). Yang tidak akademis: saya menjadi lurahnya alias ketuanya mahasiswa postgraduate Indonesia di Curtin, sekaligus menjadi ketua divisi olahraga dan seni mahasiswa postgraduate Indonesia di WA (bukan hanya Curtin doang).

Ada temen yang lewat Linked-in nanya, apaan sih RA? Sesuai namanya saya jadi asisten risetnya professor saya. Tugasnya ya jadi asisten, apa kata bos, saya jalanin. Dibayar? Lha ya tentu saja mana ada di dunia ini yang gratis! Jadi asisten berarti nginput data, ngolah data pake SPSS, buat-buat tabel, diskusi dsb. Lumayan lho dibayarnya perjamnya, gedenya dua kali lipat dari upahnya temen-temen sini yang kerja dengan fisik. Bahkan waktu itu kerjanya berhari-hari cuman cari alamat responden buat riset lewat internet, terutama mbah google. Lumayan kerja sebentar bisa dapet Ipad (malah yang kerja istri saya, tapi jangan bilang-bilang professor saya ya?). Karena itulah maka akhir tahun ini saya dan keluarga mau liburan ke Sydney, Gold Coast sama Brisbane (sekalian konferensi). Enak to?

Yang gak akademis ya ngurusin temen-temen post graduate di sini, buat-buat kegiatan biar pada seneng misalnya ngadain lomba foto, mengkoordinir family gathering atau jalan-jalan, bikin tim bola. Bahkan saya jadi pengurus pengajian di sini juga. Oya sehubungan dengan bola ini, saya (sebagai manager tak dibayar), berhasil merangkul Garuda Indonesia cabang Perth sebagai sponsor tim bola saya yang terdiri dari para students dan keluarganya. Bentuknya adalah pembuatan kostum baru yang terus terang keren banget, sampai sayang buat main bola takutnya kotor.

Ini lho penampakannya:


Sekian dulu yah, demikian update buat yang udah rindu (halah!) sama tulisan saya

Mengenai Pancasila

Pagi tadi saya bertanya iseng-iseng ke Aby, anak saya sebelum berangkat sekolah

Saya: Aby, do you know what Pancasila is?
Aby : Of course I know, that is a place in Salatiga...

Waduh gawat nih, dikiranya itu adalah Lapangan Pancasila di Salatiga sana, tempat dia main ATV kalo lagi mudik di Jawa. Lha padahal maksud saya kan Pancasila yang dasar negara itu...

Wah cilaka, nih padahal gak sampai setahun lagi kita semua udah balik ke Indo, lha dia nanti kalo sekolah gak tau Pancasila bias-bisa gak naik kelas nih.

Tapi selain itu juga ternyata banyak yang harus dia pelajari: bahasa Indonesia (sekarang ini dia udah 100% ngomongnya bahasa enggres), terus pelajaran sejarah (mana dia tau kalo ada Perang Diponegoro jaman dulu), IPS (apa dia tau Indonesia itu ada sekian banyak propinsi, wong saya aja gak tau), IPA (maksudnya yang pake bahasa Indonesia), dan banyak lagi

Kasian kayaknya ya, apalagi terus harus ketemu teman baru segala, gak ngerti deh..

Rabu, 08 Mei 2013

Waduh, Sir Alex Pensiun!

Pasti udah pada tau kan kalo Sir Alex Ferguson pensiun dari posisi pelatih Manchester United? Itu klub jagoan saya sejak 1990!

Berikut saya posting ungkapan-ungkapan dia, saya cuplik dari soccernet.com. Takut file-nya keburu ilang. Maaf gak bisa panjang-panjang dari saya, lagi galau karena dia pensiun!

On his mission after being appointed to the post:
"My greatest challenge is not what's happening at the moment, my greatest challenge was knocking Liverpool right off their f***ing perch. And you can print that."
On Manchester City's emergence as a Premier League force:
"There has been a lot of expectation on Manchester City and with the spending they have done, they have to win something. Sometimes you have a noisy neighbour and have to live with it. You can't do anything about them."
On Jose Mourinho:
"He was certainly full of it, calling me 'Boss' and 'Big Man' when we had our post-match drink after the first leg. But it would help if his greetings were accompanied by a decent glass of wine. What he gave me was paint-stripper."
On Arsene Wenger:
"They say he's an intelligent man, right? Speaks five languages. I've got a 15-year-old boy from the Ivory Coast who speaks five languages!"
On Rafael Benitez:
"I think he is very concerned about his CV, he refers to it quite a lot."
On his bust-up with Newcastle boss Alan Pardew:
"The press have had a field day. The only person they have not spoken to is Barack Obama because he is busy."
On the infamous incident during which former midfielder David Beckham was struck on the head by a flying boot:
"It was a freakish incident. If I tried it 100 or a million times it couldn't happen again. If I could I would have carried on playing!"
On the mind games employed by Italian teams:
"When an Italian tells me it's pasta on the plate, I check under the sauce to make sure. They are the inventors of the smokescreen."
On AC Milan striker Filippo Inzaghi:
"That lad must have been born offside."
On seeing Ryan Giggs as a schoolboy:
"I remember the first time I saw him. He was 13 and just floated over the ground like a cocker spaniel chasing a piece of silver paper in the wind."
On Wayne Rooney's decision to sign a new contract:
"Sometimes you look in a field and you see a cow and you think it's a better cow than the one you've got in the field."
On Real Madrid's hopes of signing Cristiano Ronaldo:
"Do you think I would get into a contract with that mob? Jesus Christ, no chance. I wouldn't sell them a virus."
On United's dramatic Champions League final victory over Bayern Munich in 1999:
"Football, bloody hell."
On retirement:
"The decision to retire is one that I have thought a great deal about and one that I have not taken lightly. It is the right time."

Rabu, 10 April 2013

Margaret Thatcher Meninggal, Ingat Masa Lalu

Kemarin ada berita bahwa mantan PM Inggris meninggal dunia karena udah lama stroke. Tapi justru karena meninggalnya beliau itulah makanya saya jadi inget masa kecil saya di Desa Petet Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah sana.

Ceritanya begini: waktu kecil saya punya kucing putih, namanya Khomeini. Memang rada kurang ajar kasih nama kucing kok nama mantan pemimpin Iran itu. Bukan bermaksud apa-apa, itu cuman karena nama beliau waktu itu sering banget masuk tivi, waktu krisis AS-Iran dulu. Biar gampang kita pakai aja buat nama kucing. Nah, terus si Khomeini ini menghamili kucing tetangga sebelah entah siapa namanya. Lahir anaknya empat, dua cewek dua cowok. Yang dua cewek kita kasih nama Indira sama Margaret, ya itu tadi pertimbangannya dua wanita itu saat itu lagi ngetop di tivi, namanya Indira Gandhi yang PM India dan Margaret Thatcher yang PM Inggris. Nah jadi tau kan kenapa meninggalnya sang mantan PM membuat saya inget masa kecil?

Btw, yang dua cowok kucing tadi kita kasih nama John dan Boris, dari John McEnroe dan Boris Becker, dua petenis yang sangat top pada masa itu. Sebenarnya aneh juga sih, masak dua cewek kucing namanya sama dengan dua pemimpin wanita, kok giliran cowoknya dikasih nama petenis? Tapi ya begitulah, pokoknya kucing-kucing saya namanya sama dengan orang-orang top pada masa itu!

Nah, berhubung lagi inget masa kecil, saya gak tau kenapa terus inget sama lagu ini yang sering dinyanyikan sama kakak-kakak saya dan temen-temennya yang cowok. Anda pasti gak tau ini lagu, liriknya bahasa Jawa begini:

Esuk-esuk tuku lenga nggawa botol. Kanca!
Kanca lawas dijak dolan menyang kali. Pelem!
Pelem kuwi kecute ngluwihi jeruk. Tuma!
Tuma kuwi sabane ana ing rambut. Jempol!

Nah, Anda tau arti lagu ini? Lagu ini menggambarkan keadaan masa kecil jaman dulu ternyata.

Lihat baris pertama:
Esuk-esuk tuku lenga nggawa botol.
Arti sebenarnya adalah: pagi-pagi beli minyak bawa botol. Jaman dulu itu anak-anak kecil suka disuruh orangtuanya beli minyak di warung di desa dengan membawa botol yang warnanya hijau. Ini minyak dipakai buat BBM masak. Bandingin sama jaman sekarang: mau masak tinggal nyalain kompor gas. Minyak tanah pun sekarang udah gak ada (berkat Pak JK), sudah diganti sama gas melon. Apalagi anak sekarang, mana mau disuruh ke warung beli minyak, maunya juga beli pulsa kali!


Terus baris kedua:
Kanca lawas dijak dolan menyang kali
Artinya: ada teman lama datang, terus diajak main ke kali. Entah untuk berenang atau mancing atau sekedar duduk-duduk aja. Jaman dulu belum ada PlayStation atau Plasa Senayan. Jadi kalo mau main ya ke sungai atau ke hutan cari mangga, kasihan ya! Mungkin kalo lagunya jaman sekarang menjadi: Kanca lawas dijak dolan main PS!

Terus baris ketiga:
Pelem kuwi kecute ngluwihi jeruk
Anak-anak jaman dulu kalo sore-sore nganggur suka pergi ke hutan, terus nyolong mangganya orang yang belum mateng, makanya lebih kecut daripada jeruk rasanya, sesuai arti kalimat tersebut


Baris terakhir:
Tuma kuwi sabane ana ing rambut.
Nah, ini sebenarnya memalukan: jaman dulu waktu shampo belum memasyarakat, rambut anak kecil itu suka ada kutunya. Arti kalimat itu adalah: kutu itu habitatnya di rambut. Nggilani, bukan?

Itu arti sebenarnya! Terus arti tidak sebenarnya? Nah rupanya lagu tadi itu bukanlah lagu biasa melainkan ada pesan-pesan rahasia. Pesan rahasinya terletak di akhir setiap kalimat dengan tanda seru itu: Kanca, pelem, tuma, dan jempol! Gak main-main, ternyata lagu itu membawa pesan porno! Tentunya pesan porno plesetan jaman anak kecil masa itu, bukan porno jaman sekarang yang ada di ponsel-ponsel itu.

Anda tidak menangkap pesan plesetannya? Mungkin perlu tanya ke orangtua Anda yang hidup pada masa itu!

Senin, 08 April 2013

Konferensi 101

Buat Anda yang belum tau apa itu konferensi, berikut wawancara imajiner saya, terinspirasi oleh percakapan saya sama kakak saya di Jawa sana yang mendengar bahwa saya mau ikut konferensi:

Jadi kamu nanti jadi pembicara di seminar gitu ya, ngomong di depan para bule? Ngetop dong?
Ya gitu deh, para audiensnya para pakar di bidangnya, para peneliti, para PhD students dan sebagainya. Ngomongnya ya cara Inggris, pake power point gitu deh. Kalo ngetop ya gak lah, ada puluhan konferensi di dunia ini

Terus dapet honor dong?
Wah, salah besar! Justru untuk ikut seminar itu harus bayar uang registrasi, walaupun sudah terpilih jadi pembicara. Peserta biasa, alias bukan presenter, juga bayar. Dalam kasus saya, uang registrasinya $700, untunglah dibayarin sama pihak sekolah sini. Rata-rata PhD student kalo ikut konferensi selalu dinayarin pihak sekolah. Konferensi ini sebenarnya adalah sebuah bentuk pengakuan ilmiah, makanya orang selalu mencantumkan 'presentasi di seminar ini itu' dalam CV-nya. Makanya persaingan untuk presentasi ada juga, walaupun kayaknya gak ketat-ketat amat. Bahkan orang pun mau bayar untuk bicara di presentasi itu. Ya apa boleh buat.

Terus nanti kamu dikasih tiket, dijemput panitia, terus disediakan hotel dsb dong, kayak seminar di Indo gitu?
Walah, gak banget deh. Oleh panitia cuma disedain info: ini lho tanggalnya, tempatnya di sini, hotel sekitar sini ada A, B, C dst, silakan pilih sendiri. Jadi peserta seminar tidak dikasih tiket pesawat, harus cari sendiri, hotel juga cari sendiri mana yang mau. Apalah lagi dijemput, gak lah. Usaha sendiri. Untunglah sekali lagi semua dibayarin sekolah, walaupun saya sendiri yang milih tiket, hotel, sekaligus ngurus visa ke NZ sana!

Kesimpulannya?
Yah jadi pembicara konferensi sebenarnya biasa-biasa aja, sebagai salah satu bagian dari kegiatan akademik, dan terutama syarat jadi PhD!

Minggu, 07 April 2013

Rejeki Pagi-pagi

Kemarin pagi waktu saya bawa keranjang cucian ke kali (baca: laundry room), tiba-tiba ada seorang wanita yang rada gemuk menyapa 'good morning' dan menawarkan apakah saya mau jadi repsonden penelitian, dan nanti saya akan dikasih hadiah kalo bersedia.

Sebagai orang yang baik, saya iyakan tawaran dia, dan setelah mencemplungkan baju kotor ke mesin cuci, dimulailah survei itu di tangga depan apartemen (mbak itu gak saya tawarin masuk rumah karena masih berantakan). Ternyata dia dari perusahaan riset Roy Morgan (kayak AC Nielsen gitu modelnya). Ternyata risetnya berupa wawancara, lumyan lama sih sekitar tiga perempat jam gitu. Segala macam pertanyaan diajukan, termasuk politik, ekonomi, tv apa yang ditonton, olahraga apa, kalo belanja di mana, banknya pake apa, merk mobil apa, dsb rinci banget tapi gak susah menjawabnya. Habis wawancara saya dikasih kuesioner lagi buat diisi yang tebel banget, sekitar 100 halaman lebih.

Setelah itu tibalah acara pokoknya, yaitu pemberian kenangan karena saya bersedia jadi responden. Ternyata saudara-saudara, saya mendapatkan vocer belanja $20 yang bisa saya belanjakan di mana aja! Wah, lumayan juga nih cuap-cuap sebentar, dapet hambir Rp200 ribu! Mudah-mudahan banyak lembaga riset yang mampir di apartemen saya!


Rabu, 03 April 2013

Tidak Ada Perlawanan (3)

Masih tentang syarat-syarat menjadi Phd: kalo Anda masih ingat maka salah satunya adalah presentasi hasil riset di sebuah konferensi internasional. Kata kuncinya adalah "internasional", yang hadir ya para pakar dari berbagai negara. Kembali kalo mendengar obrolan para senior: masukin paper ke konferensi dan diterima untuk ditampilkan itu tidak gampang lho. Dalam hati saya: mosookk?

Dalam bidang perpajakan yang saya geluti, ada satu konferensi tahunan yang top banget deh namanya yaitu ATTA Conference alias konferensi yang dibuat oleh Australasian Tax Teacher Association, alias paguyuban para guru pajak Australia dan Asia yang diselenggarakan setiap tahun sekali di awal tahun.

Syarat tampil di situ adalah mengirim abstrak paper dulu (buat sedulur-sedulur saya di desa Petet sana, mungkin perlu diterangkan bahwa 'abstrak' di sini adalah ringkasan hasil penelitian, bukan lukisan abstrak. Halah!), lalu diseleksi, dan kalo diterima ya suruh ngirim paper beneran dan dipresentasikan.

Karena disuruh oleh Prof saya harus ikut konferensi itu maka saya segera kirim abstrak ke panitianya, lewat email tentunya:


Dear Panitia,

My name is Budi Susila, a PhD student at the School of Economics and Finance, Curtin Business School, Curtin Univerisity. Regarding the ATTA's 25 Annual Conference 2013, hereby I attach the abstract of my paper intended to be sumbmitted to the conference. The abstract summarises our research on the compliance costs of large corporate taxpayers in Indonesia.

I am looking forward to your consideration. Thank you.

Kind regards,
Budi

Orang bule emang kerjanya cepet, buktinya besoknya saya dapet email balasan, cuman sebaris:

Thanks Budi receipt acknowledged.

Wah, rupanya bukan email bahwa paper saya diterima untuk presentasi, melainkan cuma bilang bahwa dia sudah menerima abstrak saya secara fisik untuk diseleksi. Terpaksa saya harus harap-harap cemas nunggu (eh enggak ding, biasa-biasa aja)
Tidak sampai dua minggu kemudian, saya terima email dari panitia lagi:

To Budi
Thank you for submitting your Abstract (The Tax Compliance Costs of Large Corporate Taxpayers in Indonesia).
We confirm that your Abstract is acceptable.
We look forward to your participation in the Conference.

Tuh, bener kan? Sekali ngelamar konferensi, langsung diterima! Ternyata sekali lagi para senior itu suka nakut-nakutin aja! Apa biar mereka dibilang keren ya kalo udah konferensi? Kayaknya saya biasa-biasa aja tuh. Ehm!

Sabtu, 23 Maret 2013

Sakit Yang Aneh

Tahun baru lalu saya pulang ke Indonesia, tangal 1-nya udah balik ke sini, sementara keluarga berlibur di tanah air karena sekolah si Aby lagi libur. Jadilah saya sendirian, sambil nyanyi lagu dangdut ala Evie Tamala: masak, masak sendiri, makan, makan sendiri...

Seminggu sendirian, tiba-tiba badan saya rasanya gak enak banget, pegel-pegel seluruh tubuh, seperti habis main bola 4 kali 45 menit aja. Badan keringetan kalo malem, siang hari rasanya capek banget, sehingga saya cuman tidur-tiduran aja. Tapi berhubung udah seminggu gak sembuh, saya segera ke klinik di kampus. Di situ saya dicek darah sama urin.

Akhir Januari, saya ke Auckland sama Melbourne, konferensi sama jalan-jalan (lain kali saya tulis mengenai hal ini). Pas di Melbourne, klinik kampus nelpon saya bahwa ada 'sesuatu' tentang hasil tes darah yang kemarin, sehingga saya harus dateng lagi ke klinik kalo udah nyampe Perth. Wah gawat nih! Saya tanya masalah apaan, si penelpon gak cerita (mungkin dia cuman disuruh telpon sama dokternya tanpa dikasitau detilnya).

Abis balik ke Perth awal Februari, saya dateng ke klinik. Ternyata katanya saya ada gejala demam berdarah. Waduh! Tapi saya bilang ke dokter saya baik-baik aja, malah barusan jalan-jalan! Dokternya rada bingung. Saya dites lagi, kali ini cuman darah doang, urin gak dites. Abis itu kegiatan seperti biasa.

Eh, sekitar dua minggu kemudian, saya ditelpon lagi, dibilang: kamu positip demam berdarah! Lha saya kaget, kayaknya saya sehat-sehat aja, bahkan main bola juga jalan terus. Giliran dokternya bingung, terus nanya kamu ga papa? Ya gapapalah saya jawab.

Ternyata alhamdulillah, saya memang sehat. Yang saya heran: di sini lama banget untuk mengetahui hasil tes darah. Baik yang pertama maupun yang kedua sekitar dua minggu baru ketahuan. Terus bingungnya kalo demam berdarah, kenapa saya sehat-sehat aja. Alhamdulillah sih, tapi masih bingung!

Kemping ala Australia

Pepatah bule mengatakan: "When in Rome, do what the Romans do", yang artinya: masuk kandang kambing mengembik, masuk kandang harimau mengaum. Jadi mumpung ada di Australia, saya bertekad akan bertindak kayak orang sini. Yang sudah saya lakukan antara lain berjemur, walaupun gak terlalu sukses! Terakhir kemarin, saya coba mau kemping, salah satu kegiatan outdoor yang disenangi orang sini.

Pertama-tama, cari tenda. Kebetulan tenda saya yang bermerk Coleman yang top banget itu yang saya beli di Amrik sana (halah, padune pamer!), tidak saya bawa ke sini. Terpaksa beli tenda baru, yang ini agak gedean, bisa muat enam orang. Bentuknya tenda dome seperti biasa. Karena lagi diskon harganya cuman $70. Terus biar tidurnya nyenyak, sekalian beli kasur udara yang bisa dipompa, lagi diskon juga, harganya $60, plus pompanya $13. Wah, mahal juga ya, tapi gak apa-apa, sayang anak, sayang anak...

Lalu mau kemping di mana? Nah rupanya di sini gak boleh kemping sembarangan, asal masuk hutan dan diriin tenda, terus mandi di kali kayak di kita. Di sini tempatnya khusus yang namanya camping ground beneran. Cari punya cari di internet, dapet satu tempat , namanya Woodman Point Holiday Park, sekitar 30km dari rumah. Di internetnya dibilang ada buat karavan, buta motorhome, buat tenda. Nah ini dia! Cari yang powered alias ada colokan listriknya jadi gak perlu api unggun segala (halah!). Untuk kemping semalem bayarnya $55, mahal ya?

Bekalnya? Nah, berhubung ada colokan listriknya, tentu saja yang paling maknyus adalah bawa magic jar buat nasi anget. Oya di sini ketentuannya kayak hotel aja, chek-in jam 14, chek out jam 10 pagi. Berarti cuman 20 jam aja! Tapi berhubung ini mau kemping nikmat, bekalnya dibanyakin: ayam panggang Nando satu ekor ($19), piza seloyang ($11), lalap timun, sup instan yang cuman dicampur air panas, kemudian Pop Mie yang asli Indofood itu (di sini ada lho, $3 sebuah) buat sarapan. Terus peralatan tidur: bantal, seprei, selimut. Peralatan survival: senter, P3K, kursi kemping. Wah pokoknya bagasi penuh deh, kayak mau nginep seminggu aja, padahal cuman 20 jam. Oya tidak lupa pula ember berikut gayungnya (Anda tau kan buat apaan?) Beginilah penampakannya:


Setelah sekitar sejam perjalanan, sampailah kita di lokasi, ternyata lokasinya luas, terus sudah dikapling buat masing-masing tempat, berikut nomor lokasi sama colokan listrik dan kran air. Tanpa tunggu waktu, terus didirikanlah itu tenda.


Inilah tenda saya yang sudah berdiri dengan manisnya:


Ternyata tenda saya yang tampaknya cukup besar itu, belum ada apa-apanya dibanding tenda para tetangga sebelah di perkemahan itu:




 
Walah ternyata orang bule tendannya segede-gede gambreng, jadilah tenda saya terkecil di dunia! Selain itu ternyata mobil saya juga terjelek di situ. Asem tenan!

Ternyata emang enak kemping di situ! Kamar mandi lengkap, ada air panasnya juga.  Terus ada kolam renangnya buat anak saya, playground juga ada, game room yang isinya meja pingpong, meja bilyar, dapur kalo mau masak (saya mah gak masak kan bekal udah lengkap!). Pantesan $55 semalem!

Jadi urutan acara adalah: makan siang di rumah, berangkat, diriin tenda, berenang, jalan-jalan sekitar komplek, makan malem nasi ayam panggang lalap dan teh panas, malem dikit makan piza, tidur pakai kasur udara sama selimut tebel, bangun mandi air panas, sarapan popmie sama teh anget, terus chekout tepat jam 10. Hidup jangan dibikin susah!

Oya selain tanah kosong buat mendirikan tenda, di situ juga ada pondok yang bisa disewa, tapi ya memang mahal, minimal $110 semalem. Cocok buat keluarga besar!


Begitulah pengalaman kemping di sini, ternyata enak dicoba dan perlu!

Rabu, 27 Februari 2013

Tidak Ada Perlawanan (2)

Anda masih ingat salah satu syarat jadi PhD? Betul, yaitu menerbitkan artikel di jurnal ilmiah. Bukan sembarang jurnal, melainkan yang ilimiah dan di-peer review oleh ahlinya. Prof saya telah mengubah syarat menerbitakan jurnal ini, dari tiga atau empat biji selama sekolah, menjadi dua saja, tapi dengan syarat jurnalnya harus berkelas A! Wah ini bukan main-main! Konon kata temen-temen, untuk terbit di jurnal ini prosesnya lama, dari artikel masuk terus direview oleh para pakarnya di situ. Habis itu ada komentar dari reviewer (biasanya dua orang), abis itu kita revisi, terus dikirim balik. Reviewnya bisa artikel ditolak, bisa suruh revisi besar, bisa suruh revisi kecil. Totatl waktu bisa setahun sejak naskah pertama dikirim.

Nah, saya yang telah selesai riset (tapi belum selesai disertasi), mencoba untuk mengirim artikel saya ke jurnal A ini, satu-satunya mengenai perpajakan di Australia yang berkelas A. Satu lagi di Inggris sana, tapi lain kali baru mau saya coba.

Dengan harap-harap cemas saya kirimlah artikel saya itu.

Besoknya saya dapat jawaban seperti ini dari Mbaknya sekretaris di sana:

Dear Budi

Thank you for your submission.

It will shortly undergo the review process, this usually takes around 5 weeks (but please be aware that this can sometimes be pushed out due to reviewer’s workloads).

I will be in contact with you again in due course, please do not hesitate to contact me should you have any queries.

Thank you


Waduh, berarti masih harus nunggu lima minggu buat mengetahui apa tanggapan para reviewer? Pantesan orang bilang lama banget buat nerbitin jurnal!

Eh, gak sampai tiga minggu kemudian, dari Mbak yang sama saya dapet email kayak gini:

Good morning Budi

I have now received a response from the reviewer regarding your paper submission.
They have advised it’s publishable with minor typos to be amended.
Please have a look at the attached, let me know of any feedback you may have.

Thanks

Lho, jadi sama reviewernya gak ada revisi, cuman salah tulis aja? Nyang bener? Ternyata memang bener saudara-saudara, cuman dua kata salah tulis, gak ada revisi isi baik minor apalagi mayor!
Besoknya langsung profesor saya ngemail: selamat ya, kamu beruntung, cepat banget paper diterima! Saya dengan malu-malu kuda menjawab: ah itu kan berkat Bapak juga, hehehe..

Jadi begitulah, ternyata nerbitin jurnal yang kata temen-temen itu susah dan lama, ternyata gak berlaku buat saya! Apa mereka selama ini cuman nakut-nakutin aja ya, biar saya serius nulisnya? Atau memang artikel mereka gak terbit-terbit ya? Memang, sekali lagi, orang beruntung mengalahkan orang pinter!

Mulai Kelihatan Hasilnya

Saya datang di sini Juni 2010, sekarang udah Februari 2013, berarti sudah 31 bulan di sini. Hasilnya apa? Disertasi belum kelar juga! Tapi minimal udah ada hasil:



Itu kacamata saya sebelum datang, yaitu plus +0.75.

Dan ini adalah kacamata saya sekarang:


Ukurannya sekarang plus +1.5.

Ternyata ada hasilnya kan sekolah di sini!