Selasa, 16 Februari 2010

Si Aby "Nggak Mau" ke Australia

Sebelum ceritanya menjadi terlalu jauh, saya perlu perkenalkan beberapa aktor pendukung: Lina adalah istri saya (50% Aceh, 50% Sunda); sedangkan Aby adalah anak kami (sehingga ia 50% Jawa, 25% Aceh, 25% Sunda), lahirnya di North Carolina, AS, umur menjelang 8 tahun.

Saya dan istri berpikir bagaimana caranya memberitahu Aby tentang rencana Australi ini. Saya ingat bahwa ia sangat ingin pindah rumah (alasannya simpel saja:beberapa sepupunya sudah pernah pindah rumah, sedangkan cuman dia sendiri yang belum pernah ngalamin pindah rumah!). Nah, kesempatan ini saya pikir kesempatan baik untuk memberitahunya!

Setelah pulang kantor, saya segera menyiapkan handicam untuk merekam acara pemberitahuan ini, mengingat dalam bayangan saya dia pasti seneng mendengar rencana ini. Segera dia saya dudukkan di depan kamera dan saya kasih tau ke dia: Gimana kalo kita pindah rumah, tapi ke Australia? Sudah saya bayangkan dia akan menyambutnya dengan gembira, dan direkam pula!

Ternyata saudara-saudara, dia malah bilang aku gak ingin pindah Australi! Waduh, cilaka ini! Mana direkam pula! Alasannya dia tidak lancar bahasa Inggris (padahal udah tiap hari dia diajak ngomong inggris!), kehilangan temen lah, sampai kehilangan acara favoritnya di tivi, Playhouse Disney!. Jadilah rekaman itu berisi si aby nggeleyot ke sana kemari nggak jelas! Bahkan dia minta rekamannya dihapus saja! Cilaka ini....

Terpaksalah sejak hari itu kami terus bujukin dia, yang bilang ntar di Australi ada pesta Halloween lah, yang bisa lihat salju lah (yang saya sendiri gak yakin apa di Australi ada dua hal tersebut)... Lumayan, sekarang dia sudah agak antusias membicarakan masalah Australi ini...

Gak tau apa reaksinya bila ntar di sana gak ketemu Halloween ataupun salju...

Minggu, 14 Februari 2010

Wawancara yang Berhasil..

Dengan menerapkan prinsip "belajar" ala Ikhwan Sopa sang trainer EDAN, maka pada tahun ini saya melakukan wawancara dengan cara yang berbeda.

Dengan percaya bahwa "persiapan yang baik adalah 50% dari keberhasilan" maka persipan yang saya lakukan memang berbeda dari tahun lalu. Rencana proposal saya masih tetap, tapi kebetulan memang ADS membuat template untuk menulis research proposal, maka tentu saja tidak akan ada yang terlewat. Template yang baru sudah memuat hal-hal apa yang seharusnya ada di dalam sebuah research proposal yang baik. Di antaranya adalah apa persisnya proposal yang diajukan; apa yang unik dari proposal tersebut; hipotesis apa yang akan diuji; apa tujuan riset; bagaimana metode risetnya; apa manfaat riset tersebut bagi pembangunan; siapa calon profesor pembimbing dan mengapa dia yang dipilih; apa universitasnya dan mengapa dipilih; apa rencana karier di masa datang, dsb, dsb..

Saya visit ke "guru" komunikasi saya, ya Pak Ikhwan Sopa tersebut. Beliau langsung bertanya kira-kira penyebab ketidakberhasilan saya apa: apakah materi proposal, ataukah cara saya menyampaikan proposal itu dalam wawancara? Ini adalah sebuah pertanyaan yang saya sendiri tidak menggalinya, dan juga agak susah dijawab. Terus saya mikir bahwa proposal yang sama saya ajukan tahun ini dan dipanggil lagi. Kesimpulannya? Ya tentu saja wawancaranya yang gagal, persisnya bagaimana saya menjawab wawancara itulah yang mengakibatkan kegagalan. Kesimpulannya lagi? Teknik menjawab pertanyaan lah yang harus saya perbaiki.

Nah, setelah problemnya diketahui, lalu dicarilah jawabannya. Pak Sopa, sebagai orang yang ahli dalam NLP (Neuro Linguistik Program), menerangkan panjang lebar mengenai teknik meyakinkan orang sehingga orang tersebut akan ho'oh aja sama kita. Beberapa teknik diterangkannya: mirroring, rapport, modalities, dsb yang saya sendiri rada bingung! Untunglah beliau menyarankan untuk membaca bukunya RH Wiwoho (mahaguru NLP di Indonesia), dengan judul NLP First Class Therapy. Nyari bukunya aja setengah modar, seluruh Gramedia saya ubek-ubek dan tidak ketemu! Terpaksa nyari di penerbitnya sana di Permata Hijau. Ketemulah itu buku dan saya santap habis! Menyesal juga saya tidak membeli buku NLP satunya yang berjudul Understanding NLP!

Orang kedua yang saya datangi adalah Kang Toink, seorang MC di lingkungan dalam Kantor Pajak. Rahasianya katanya cuma satu: PD abis, dan malemnya gak boleh begadang biar wajah tampak segar... Hm, resep yang lebih gampang daripada yang pertama tadi..

Tibalah pada hari H-nya. Ketika seluruh peserta dikumpulin sebelum sesi pewawancara dimulai, ketahuan bahwa saya akan diwawancarai oleh seorang bapak-bapak dari Indonesia (seorang pengamat politik terkenal), dan seorang akademisi dari Australia. Saya inget ajaran Pak Sopa bahwa kita harus liat dulu audiens kita, baru bicara. Setelah tahu bahwa bapak itu adalah pengamat politik dan bukannya ekonomi, maka saya terangin proposal dengan bahasa yang sangat basic mengenai penelitian perpajakan dan manfaatnya bagi pembangunan. Dan bener juga, mereka berdua ngangguk-ngangguk... Hm, tanda-tanda baik nih. Keluar dari ruangan, saya lihat jam saya, wah ternyata gak sampai setengah jam! Ingat pepatah: kalo sebentar, berarti diterima!

Dan memang begitulah kenyataannya! Beberapa hari kemudian waktu sedang menyetir saya ditelpon oleh seorang temen yang ikut wawancara juga bahwa hasilnya sudah ada yang di internet. Dengan cukup gemetar saya minta tolong sang rekan untuk melihatnya, dan ternyata nomor saya ada di sana. Alhamdulillah!

Nyampe rumah saya cek di internet. Begini bunyinya:

ADS 2010: Succesful Awardees

The list is final and only includes successful candidates. If your ID number is not present on the list it indicates that you have not been successful in this year's selection round, bla bla bla...


Sejak itu dunia serasa berbeda!

Wawancara yang Belum Berhasil Itu...

Mengapa pada tahun lalu saya belum berhasil melewati tahap wawancara? Setelah saya pikir-pikir sekarang ini (setelah pada tahun ini berhasil melewatinya), maka penyebabnya kurang lebih adalah:

1. Kelihatannya saya terlalu mendetail menceritakan tentang proposal riset saya mengenai perpajakan. Padahal ibu yang mewawancarai saya bekerja di instansi pemerintah yang mengurusi penelitian yang konkret alias science. Jangan-jangan penjelasan saya malah membingungkan ibu ini? Kalo pewawancara yang bapak-bapak bule mah asyik aja, manggut-manggut, entah ngerti entah bingung...

2. Saya tidak mencantunkan hipotesis saya di dalam proposal sehingga waktu ditanya on the spot, bingung..

3. Metode penelitian yang saya cantumkan kurang meyakinkan, dan saya pun kesulitan menjelaskannya

4. Surat dari calon profesor pembimbing saya, tidak saya tindaklanjuti dengan pertanyaan lanjutan, sehingga bagi pewawancara mungkin kelihatan kurang usaha...

5. Rekomendasi dari instansi tempat saya bekerja, hilang di berkas pendaftaran. Saya juga bingung di mana salahnya wong waktu mendaftar sudah dilampirkan. Saya terus terang terkejut waktu rekomendasi ini ditanyakan, karena merasa sudah menyiapkannya

6. Saya tidak mengetahui hot issue apa yang sedang terjadi di Australia waktu wawancara dilakukan, sehingga mungkin mengesankan saya kurang memperhatikan keadaan calon negara pemberi beasiswa

7. Saya kesulitan menceritakan karir saya 10-15 tahun ke depan, karena saya terus terang tidak mengantisipasi adanya pertanyaan ini

8. Terakhir: memang belum jodohnya!

Demikianlah....

Jumat, 12 Februari 2010

Kata-kata yang Paling Indah

Jane, guru Bahasa Inggris saya di Pre-departure Training tahun 2001, pernah berkata: apabila membuka surat jawaban dari sebuah institusi atas surat kita entah itu lamaran pekerjaan, atau lamaran sekolah (aplikasi), maka lihat aja kata pertama di surat jawaban tersebut. Bila kata pertama adalah 'thank you' maka pasti surat lamaran atau aplikasi kita ditolak. Bila kata pertama yang keluar adalah 'congratulations' maka bisa dipastikan bahwa lamaran atau aplikasi kita diterima.

Demikianlah, pada suatu habis magrib, melayanglah sepucuk surat dari ADS, yang ditempatkan dalam amplop besar. Walaupun saya sudah mengetahui hasil dari internet bahwa saya diterima, tapi demi melihat amplopnya perasaan tetap rada-rada gimana juga. Setelah dibuka dengan tidak sabar, benarlah adanya bahwa surat tersebut dimulai dengan 'congratulations'!

Persisnya adalah begini:

Congratulations! On behalf of the Australian Government I am delighted to offer you an Australian Development Scholarship. The scholarship will enable you.. dst....dst

Udah gak saya perhatiin siapa yang tandatangan di situ. Perasaan langsung lega dengan perasaan 'oh begini to rasanya mendapat surat jawaban resmi diterima beasiswa'

Wah, jadi lega, saya udah resmi nih mendapatkan beasiswa. Langsung telepon kedua orangtua yang tidak tahu apa-apa (karena selama proses saya memang tidak menceritakan sepatah kata pun mengenai hal ini, takut seperti tahun kemarin yang sudah banyak bercerita tapi ternyata tidak diterima). Sms ke sanak saudara tidak dilupakan. Dan juga mengemail dosen pembimbing waktu di Amrik dulu, dan juga tentunya calon dosen pembimbing saya di Australi...

Dan inilah jawaban email mereka:

Congratulations Budi. I know you will do well! (Stephanie, Asisten Direktur PIDP, Duke)

Amazing, Budi. I am glad that finally your persistent led to your selection. So glad for you. (Francis Lethem, Kepala Sekolah PIDP, Duke)

Budi,
My congratulations to you, too! We're very proud of your accomplishment, and look forward to celebrating your PhD success after you've finished the degree!
Good luck in your new endeavor, and keep in touch. I hope your family is well.
(Corrie Krupp, Direktur DICD, Duke)


Budi, glad to hear the news. Congratulations! I plan to be in Jakarta by the end of this month to work with DG Tax. Let's touch base. (Pak Rubi, dosen Duke, peneliti World Bank)
Currently in Nairobi.

Budi,
Well done! No, just liaise with Jo Boycott our administrator. We will discuss everything once you arrive!
(Dr. Jeff Pope, calon dosen pembimbing saya)

Hm, dunia terasa indah membaca kalimat-kalimat merdu di atas!

Selasa, 09 Februari 2010

Once Upon a Time...

Dahulu kala, maksudnya sih tahun yang lalu--tapi perasaan saya sudah lama banget, saya terpilih jadi satu di antara tiga orang dari Direktorat Jenderal Pajak yang aplikasi untuk S3 dari ADS, diteruskan ke ADS untuk diseleksi (short-listing)---untuk yang belum tau apa itu ADS, silakan lihat www.ads.org. Eh, ndilalahnya, hanya saya yang ter-short-listed. Artinya hanya sayalah wakil dari DJP yang dipanggil untuk mengikuti proses seleksi terakhir yaitu wawancara yang dilakukan oleh JST (Joint Selection Team: sebuah tim seleksi yang beranggotakan ilmuwan dari Indonesia dan Australia). Dalam hati lumayan optimis juga, masak wakil tunggal gak diterima...

Saya pun segera mencari tahu kira-kira siapa yang bisa menjadi narasumber untuk mengetahui seluk beluk wawancara. Terketemukanlah yang namanya Ibu Puspita (sekarang bertugas di Dit Kitsda). Beliau adalah S3 lulusan Australi dengan jalur yang sama dengan yang saya incar. Sumber yang sangat kredibel bukan? Setelah beliau memberikan kiat-kiat canggihnya, maka dia memberikan kesimpulan: Pokoknya ya mas Budi, kalo wawancaranya cepat selesai, berarti sampeyan diterima, kalo lama ya tanggung sendiri...

Sebelumnya lagi saya bertemu dengan salah seorang kenalan saya orang Aussie asli, nama panggilannya si Jeff, spesialis transfer pricing di ATO (kantor pajaknya Australi) sambil makan siang (tentu saya yang mbayarin, wong ada maunya!). Dia juga memberikan kiat-kiat yang tidak kalah mautnya, sambil ditutup dengan: Budi, kalau kamu ketemu orang Aussie, sok akrab aja bilang: G'day, mate? Got any Fosters? (merk minuman keras!)...

Dengan harap-harap cemas, saya pun tiba pada waktu-W, tempat-T, dan hari-H yang ditentukan oleh panitia. Benar juga, di dalamnya telah bersiap dua orang pengadil: seorang ibu-ibu dari Indonesia, dan seorang bapak-bapak dari Australia (saya masih inget nama si ibu itu, tapi yang laki sudah gak inget). Namanya aja baru pertama wawancara ya rada grogi, bahkan waktu si ibu yang ramah tersebut mengajak salaman, saya tidak menyadarinya. Apalagi untuk mengingat g'day mate resepnya di Jeff tempo hari.

Demikianlah, akhirnya saya pun dengan berkeringat (dingin) menyelesaikan wawancara. Waktu keluar dari ruangan, saya lirik jam tangan saya: wah, nyaris satu jam! Teringatlah saya pada kata sakti Bu Puspita: kalau lama berarti gejala kurang baik. Saya pun rada lemes...

Ternyata feeling saya memang tepat! Beberapa hari kemudian melayanglah sebuah surat penolakan dari ADS ke rumah. Isinya cuman selembar, tapi kejam: Saudara belum berhasil dalam seleksi tahun ini. Good luck untuk tahun depan...

Senin, 08 Februari 2010

Resepnya Apa Sih?

Kalo mengutip kata-kata Bapaknya Po dalam film "Kungfu Panda": there is no secret ingredient. Artinya ya saya tidak punya resep bagaimana supaya bisa mendapatkan beasiswa gratis untuk sekolah S3 di Australi. Perasaan yang saya lakukan biasa-biasa saja, bahkan keberhasilan kali ini juga sebelumnya didahului oleh berbagai ketidakberhasilan.
Master trainer EDAN, sebuah school of communication, Ikhwan Sopa, pernah mendefinisikan kata "belajar". Menurutnya belajar berarti melakukan hal yang sama dengan cara yang berbeda (sebuah definisi yang aneh bukan?). Nah, saya pun sesungguhnya "belajar" untuk bagaimana diterima di program beasiswa tersebut.
Tahun lalu, saya memasukkan aplikasi dan tembus sampai lulus seleksi terakhir, yaitu wawancara. Nah, di wawancara tersebut saya belum sukses.
Makanya tahun ini saya melakukannya dengan cara yang berbeda. Apa sih bedanya tahun lalu dan tahun sekarang? Ikuti saja posting selanjutnya. Saya kerja dulu ya?