Senin, 28 November 2011

Teori Satu Paket

Saya punya teori baru, namanya teori satu paket. Artinya adalah bahwa orang harus menerima suatu keadaan sebagai satu kesatuan (agak bingung gak sih?). Maksudnya gini: kalau mau menerima sesuatu yang positif, ya orang harus juga mau menerima efek negatifnya kalo ada. Banyak orang kita yang tidak mau menerima 'satu paket' ini, sehingga keadaan yang diinginkan tidak akan terjadi. Contohnya kita mau jadi negara maju, tapi kita tidak mau disiplin antre waktu beli karcis bioskop misalnya. Atau mau negara kita menjalankan hukum dengan setaat-taatnya, tapi ketika ditangkap polisi ketika Anda melanggar lampu merah, malah berusaha bagaimana supaya bisa 'damai' saja. Atau Anda mau jadi PhD tapi malas baca jurnal, malah rajin buka FB atau nulis blog (halah!).

Lalu apa maksudnya saya nulis ini? Ya tentu saja hidup di Aussie sini juga harus satu paket! Misalnya mengenai sekolah Aby. Banyak kelebihan sekolah di sini, misalnya si Aby sekarang udah lancar ngomong Inggris padahal saya gak pernah ngajarin. Atau dapat perawatan gigi gratis, misalnya. Lalu apa negatifnya?

Pada suatu hari si Aby pulang sekolah membawa undangan buat para murid bahwa akan diadakan 'disco night' di sekolahnya. Hah, anak SD diajarin disko secara resmi? Yang bener aja? Lha bapaknya aja, yang udah kepala empat, pergi ke diskotek (wah, ini istilah jadul banget!) bisa dihitung dengan jari, malah ini anak SD mau diajak jingkrak-jingkrak ala neolib? Weleh-weleh... Tidak lupa pula di undangan ditulis bahwa akan disewa juga DJ profesional untuk memandu disko itu. Waktu: Jumat, jam 19 sampai selesai. Tema: alien life. Tempat: aula sekolah. Biaya $7.5.

Waduh, gimana nih? Lha dulu di sekolah yang lama di Indo diajarin cara sholat berjamaah dan manasik haji, lha kok di sini malah belajar disko? Tapi setelah ditimbang-timbang, dan juga saya sebagai penganut teori satu paket itu, akhirnya setuju untuk memberangkatkan Aby ke pesta itu. Pertimbangannya adalah pasti ini gak ada negatifnya wong yang mengkoordinir adalah guru-gurunya sendiri.

Tepat pada hari H-nya, pergilah si Aby ke disco night itu, tentu dianter ortunya. Nyampai di tempat, ternyata aula sudah diberi penutup hitam, dengan gerbang masuk seperti pintu ke angkasa luar (bisa bayangin gak?). Bagitu kami masuk ke dalem (orangtua boleh masuk), ternyata ruangan gelap gulita, hanya diterangi lampu disko yang muter-muter terus musik yang berdentam-dentam dimainkan oleh DJ (model baru) yang memainkan musik dari komputer, bukan PH kayak jama bapaknya dulu. Para peserta semua diberi bando alien yang ada lampunya di ujung pentulnya. Tentu saja para diskoer kecil-kecil itu pada jingkrak-jingkrak gak karusan ngikutin musik. Lagunya baru-baru macam Justin Beiber dan Katy Perry, yang saya blas gak familier (tapi ternyata ada juga selipan dua lagu yang saya tau: macarena sama la bamba!). Ada juga game-game kecil yang dibawain DJ-nya. Saya lihat sih semua anak menikmati dengan asyiknya...

Jadi ya begitulah rupanya teori satu paket itu berlaku. Ternyata ya tidak jelek-jelek amat, tidak ada efek negatifnya (sekarang tentu saja, gak tau nanti). Yang pasti saya jadi tahu bahwa pantesan banyak orang bule suka jingkrak-jingkrak di kafe-kafe, lha dari kecilnya udah diajarin! Lha kalo disko bagi orang kita yang jelas gak cocok, karena memang bukan budaya kita, buktinya waktu kecil kita gak diajarain!