Rabu, 10 April 2013

Margaret Thatcher Meninggal, Ingat Masa Lalu

Kemarin ada berita bahwa mantan PM Inggris meninggal dunia karena udah lama stroke. Tapi justru karena meninggalnya beliau itulah makanya saya jadi inget masa kecil saya di Desa Petet Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah sana.

Ceritanya begini: waktu kecil saya punya kucing putih, namanya Khomeini. Memang rada kurang ajar kasih nama kucing kok nama mantan pemimpin Iran itu. Bukan bermaksud apa-apa, itu cuman karena nama beliau waktu itu sering banget masuk tivi, waktu krisis AS-Iran dulu. Biar gampang kita pakai aja buat nama kucing. Nah, terus si Khomeini ini menghamili kucing tetangga sebelah entah siapa namanya. Lahir anaknya empat, dua cewek dua cowok. Yang dua cewek kita kasih nama Indira sama Margaret, ya itu tadi pertimbangannya dua wanita itu saat itu lagi ngetop di tivi, namanya Indira Gandhi yang PM India dan Margaret Thatcher yang PM Inggris. Nah jadi tau kan kenapa meninggalnya sang mantan PM membuat saya inget masa kecil?

Btw, yang dua cowok kucing tadi kita kasih nama John dan Boris, dari John McEnroe dan Boris Becker, dua petenis yang sangat top pada masa itu. Sebenarnya aneh juga sih, masak dua cewek kucing namanya sama dengan dua pemimpin wanita, kok giliran cowoknya dikasih nama petenis? Tapi ya begitulah, pokoknya kucing-kucing saya namanya sama dengan orang-orang top pada masa itu!

Nah, berhubung lagi inget masa kecil, saya gak tau kenapa terus inget sama lagu ini yang sering dinyanyikan sama kakak-kakak saya dan temen-temennya yang cowok. Anda pasti gak tau ini lagu, liriknya bahasa Jawa begini:

Esuk-esuk tuku lenga nggawa botol. Kanca!
Kanca lawas dijak dolan menyang kali. Pelem!
Pelem kuwi kecute ngluwihi jeruk. Tuma!
Tuma kuwi sabane ana ing rambut. Jempol!

Nah, Anda tau arti lagu ini? Lagu ini menggambarkan keadaan masa kecil jaman dulu ternyata.

Lihat baris pertama:
Esuk-esuk tuku lenga nggawa botol.
Arti sebenarnya adalah: pagi-pagi beli minyak bawa botol. Jaman dulu itu anak-anak kecil suka disuruh orangtuanya beli minyak di warung di desa dengan membawa botol yang warnanya hijau. Ini minyak dipakai buat BBM masak. Bandingin sama jaman sekarang: mau masak tinggal nyalain kompor gas. Minyak tanah pun sekarang udah gak ada (berkat Pak JK), sudah diganti sama gas melon. Apalagi anak sekarang, mana mau disuruh ke warung beli minyak, maunya juga beli pulsa kali!


Terus baris kedua:
Kanca lawas dijak dolan menyang kali
Artinya: ada teman lama datang, terus diajak main ke kali. Entah untuk berenang atau mancing atau sekedar duduk-duduk aja. Jaman dulu belum ada PlayStation atau Plasa Senayan. Jadi kalo mau main ya ke sungai atau ke hutan cari mangga, kasihan ya! Mungkin kalo lagunya jaman sekarang menjadi: Kanca lawas dijak dolan main PS!

Terus baris ketiga:
Pelem kuwi kecute ngluwihi jeruk
Anak-anak jaman dulu kalo sore-sore nganggur suka pergi ke hutan, terus nyolong mangganya orang yang belum mateng, makanya lebih kecut daripada jeruk rasanya, sesuai arti kalimat tersebut


Baris terakhir:
Tuma kuwi sabane ana ing rambut.
Nah, ini sebenarnya memalukan: jaman dulu waktu shampo belum memasyarakat, rambut anak kecil itu suka ada kutunya. Arti kalimat itu adalah: kutu itu habitatnya di rambut. Nggilani, bukan?

Itu arti sebenarnya! Terus arti tidak sebenarnya? Nah rupanya lagu tadi itu bukanlah lagu biasa melainkan ada pesan-pesan rahasia. Pesan rahasinya terletak di akhir setiap kalimat dengan tanda seru itu: Kanca, pelem, tuma, dan jempol! Gak main-main, ternyata lagu itu membawa pesan porno! Tentunya pesan porno plesetan jaman anak kecil masa itu, bukan porno jaman sekarang yang ada di ponsel-ponsel itu.

Anda tidak menangkap pesan plesetannya? Mungkin perlu tanya ke orangtua Anda yang hidup pada masa itu!

Senin, 08 April 2013

Konferensi 101

Buat Anda yang belum tau apa itu konferensi, berikut wawancara imajiner saya, terinspirasi oleh percakapan saya sama kakak saya di Jawa sana yang mendengar bahwa saya mau ikut konferensi:

Jadi kamu nanti jadi pembicara di seminar gitu ya, ngomong di depan para bule? Ngetop dong?
Ya gitu deh, para audiensnya para pakar di bidangnya, para peneliti, para PhD students dan sebagainya. Ngomongnya ya cara Inggris, pake power point gitu deh. Kalo ngetop ya gak lah, ada puluhan konferensi di dunia ini

Terus dapet honor dong?
Wah, salah besar! Justru untuk ikut seminar itu harus bayar uang registrasi, walaupun sudah terpilih jadi pembicara. Peserta biasa, alias bukan presenter, juga bayar. Dalam kasus saya, uang registrasinya $700, untunglah dibayarin sama pihak sekolah sini. Rata-rata PhD student kalo ikut konferensi selalu dinayarin pihak sekolah. Konferensi ini sebenarnya adalah sebuah bentuk pengakuan ilmiah, makanya orang selalu mencantumkan 'presentasi di seminar ini itu' dalam CV-nya. Makanya persaingan untuk presentasi ada juga, walaupun kayaknya gak ketat-ketat amat. Bahkan orang pun mau bayar untuk bicara di presentasi itu. Ya apa boleh buat.

Terus nanti kamu dikasih tiket, dijemput panitia, terus disediakan hotel dsb dong, kayak seminar di Indo gitu?
Walah, gak banget deh. Oleh panitia cuma disedain info: ini lho tanggalnya, tempatnya di sini, hotel sekitar sini ada A, B, C dst, silakan pilih sendiri. Jadi peserta seminar tidak dikasih tiket pesawat, harus cari sendiri, hotel juga cari sendiri mana yang mau. Apalah lagi dijemput, gak lah. Usaha sendiri. Untunglah sekali lagi semua dibayarin sekolah, walaupun saya sendiri yang milih tiket, hotel, sekaligus ngurus visa ke NZ sana!

Kesimpulannya?
Yah jadi pembicara konferensi sebenarnya biasa-biasa aja, sebagai salah satu bagian dari kegiatan akademik, dan terutama syarat jadi PhD!

Minggu, 07 April 2013

Rejeki Pagi-pagi

Kemarin pagi waktu saya bawa keranjang cucian ke kali (baca: laundry room), tiba-tiba ada seorang wanita yang rada gemuk menyapa 'good morning' dan menawarkan apakah saya mau jadi repsonden penelitian, dan nanti saya akan dikasih hadiah kalo bersedia.

Sebagai orang yang baik, saya iyakan tawaran dia, dan setelah mencemplungkan baju kotor ke mesin cuci, dimulailah survei itu di tangga depan apartemen (mbak itu gak saya tawarin masuk rumah karena masih berantakan). Ternyata dia dari perusahaan riset Roy Morgan (kayak AC Nielsen gitu modelnya). Ternyata risetnya berupa wawancara, lumyan lama sih sekitar tiga perempat jam gitu. Segala macam pertanyaan diajukan, termasuk politik, ekonomi, tv apa yang ditonton, olahraga apa, kalo belanja di mana, banknya pake apa, merk mobil apa, dsb rinci banget tapi gak susah menjawabnya. Habis wawancara saya dikasih kuesioner lagi buat diisi yang tebel banget, sekitar 100 halaman lebih.

Setelah itu tibalah acara pokoknya, yaitu pemberian kenangan karena saya bersedia jadi responden. Ternyata saudara-saudara, saya mendapatkan vocer belanja $20 yang bisa saya belanjakan di mana aja! Wah, lumayan juga nih cuap-cuap sebentar, dapet hambir Rp200 ribu! Mudah-mudahan banyak lembaga riset yang mampir di apartemen saya!


Rabu, 03 April 2013

Tidak Ada Perlawanan (3)

Masih tentang syarat-syarat menjadi Phd: kalo Anda masih ingat maka salah satunya adalah presentasi hasil riset di sebuah konferensi internasional. Kata kuncinya adalah "internasional", yang hadir ya para pakar dari berbagai negara. Kembali kalo mendengar obrolan para senior: masukin paper ke konferensi dan diterima untuk ditampilkan itu tidak gampang lho. Dalam hati saya: mosookk?

Dalam bidang perpajakan yang saya geluti, ada satu konferensi tahunan yang top banget deh namanya yaitu ATTA Conference alias konferensi yang dibuat oleh Australasian Tax Teacher Association, alias paguyuban para guru pajak Australia dan Asia yang diselenggarakan setiap tahun sekali di awal tahun.

Syarat tampil di situ adalah mengirim abstrak paper dulu (buat sedulur-sedulur saya di desa Petet sana, mungkin perlu diterangkan bahwa 'abstrak' di sini adalah ringkasan hasil penelitian, bukan lukisan abstrak. Halah!), lalu diseleksi, dan kalo diterima ya suruh ngirim paper beneran dan dipresentasikan.

Karena disuruh oleh Prof saya harus ikut konferensi itu maka saya segera kirim abstrak ke panitianya, lewat email tentunya:


Dear Panitia,

My name is Budi Susila, a PhD student at the School of Economics and Finance, Curtin Business School, Curtin Univerisity. Regarding the ATTA's 25 Annual Conference 2013, hereby I attach the abstract of my paper intended to be sumbmitted to the conference. The abstract summarises our research on the compliance costs of large corporate taxpayers in Indonesia.

I am looking forward to your consideration. Thank you.

Kind regards,
Budi

Orang bule emang kerjanya cepet, buktinya besoknya saya dapet email balasan, cuman sebaris:

Thanks Budi receipt acknowledged.

Wah, rupanya bukan email bahwa paper saya diterima untuk presentasi, melainkan cuma bilang bahwa dia sudah menerima abstrak saya secara fisik untuk diseleksi. Terpaksa saya harus harap-harap cemas nunggu (eh enggak ding, biasa-biasa aja)
Tidak sampai dua minggu kemudian, saya terima email dari panitia lagi:

To Budi
Thank you for submitting your Abstract (The Tax Compliance Costs of Large Corporate Taxpayers in Indonesia).
We confirm that your Abstract is acceptable.
We look forward to your participation in the Conference.

Tuh, bener kan? Sekali ngelamar konferensi, langsung diterima! Ternyata sekali lagi para senior itu suka nakut-nakutin aja! Apa biar mereka dibilang keren ya kalo udah konferensi? Kayaknya saya biasa-biasa aja tuh. Ehm!