Jumat, 17 Oktober 2014

Nemu Plagiarisme


Anda masih ingat kan apa itu plagiarisme? Ini adalah istilah di dunia ilmiah untuk ‘pencontekan’. Artinya orang yang menulis sesuatu harus orisinil dari dia, kalo dia menulis buah pikiran orang lain, maka dia harus sebutkan sumbernya. Masalah plagiarisme ini serius lho, bahkan di Indonesia pun. Gak percaya?

Kira-kira dua tahun lalu terdapat seorang profesor jurusan hubungan internasional yang terkenal di sebuah universitas di Jawa Barat (nama profesornya dan nama universitasnya saya lupa). Dia menulis sebuah artikel opini di Jakarta Post. Nah, rupanya ada seorang pembaca yang mendapati bahwa terdapat sebuah paragraf di tulisan dia yang merupakan gagasan orang lain, dan si profesor ‘lupa’ mencantumkan sumber tulisannya. Setelah terjadi korespondensi di antara penemu dengn penulis, akhirnya si profesor tidak bisa mengelak lagi. Entah bagaimana kasus ini menjadi besar dan menjadikan dunia akademis Indonesia geger. Singkat cerita, si profesor akhirnya dicopot gelar profesornya, dan kalo gak salah dia juga diberhentikan dari tempat kerjanya. Bayangin, gara-gara satu paragraf!

Kasus kedua, menyangkut seorang profesor top dari universitas top di Jawa yang juga pejabat tinggi di suatu departemen (saya ingat namanya dan nama universitasnya, tapi silakan cari sendiri deh di gugel!). Nah pada suatu si profesor yang juga pejabat tinggi ini menulis artikel opini di harian Kompas. Kejadiannya sama, seseorang mendapati bahwa beberapa bagian dari tulisannya ternyata sama dengan tulisan orang lain di bagian dunia lain. Si profesor juga ‘lupa’ menyebutkan sumbernya. Kasus ini juga menjadi geger, dan beliau pun diharuskan melepaskan gelar profesornya, setelah diwacanakan agar dia disidang di rapat etik dewan guru besar di univeristasnya.

Lalu apa hubungannya saya sama plagiarisme ini? Gak ada sih, cuman saya kemarin secara tidak sengaja menemukan sebuah kasus ini. Ceritanya begini, saya waktu itu lagi nyari-nyari artikel tentang pemasaran (marketing) yang dilakukan oleh departmen pajak di negara-negara lain. Nah saya menemukan sebuah laporan dari Asosiasi Administrasi Perpajakan di Eropa (IOTA). Saya baca dan pelajarilah laporan dari konferensi mereka itu. Dokumen ini bertahun 2009.

Kemudian, saya dapat satu artikel lain, kali ini ditulis oleh dua orang, yaitu seorang dari universitas X di negara Albania dan seorang pejabat di Departemen Pajak negara yang sama. Isinya mengenai marketing di departemen pajak negara itu. Eh, pada suatu paragraf saya baca kok rasanya ini paragraf pernah saya baca di tulisan yang IOTA terbitin itu ya? Saya banding-bandingin, eh iya emang mirip banget! Dokumen yang kedua ini bertahun 2011, berarti patut diduga ini mencontek yang tahun 2009. Saya liat di tulisan kedua, gak disebutkan sumbernya! Wah gawat nih!

Ini nih perbandingannya:

Tulisan pertama:

DEFINITION OF MARKETING IN A TAX ADMINISTRATION

First of all, tax administrations have a number of special features that do not apply to private companies. The services we offer are very often compulsory. We have a public mission we have to fulfil – safeguarding public funds – we are also a monopoly. Moreover our core business is not a very popular one: enforcing and collecting taxes. In doing this, we are serving both citizens and society, and we have to explain that their interests are not necessarily opposite. Citizens have to submit their tax file and pay taxes. We can also apply sanctions if they do not – that is part of our product. Our ‘customers’ have many interests: they know that society needs an income to insure that government, education, social security, etc. are well functioning. Amongst others they have a sense of civics that makes them compliant with reasonable rules. They also do not like to be punished for transgressing these rules.

Ini tulisan kedua:

MARKETING IN A TAX ADMINISTRATION

Tax administrations have a number of special features that do not apply to private companies. The services they offer are very often compulsory. Tax administration has a public mission to fulfill – safeguarding public funds – it is also a monopoly. Moreover its core business is not a very popular one: enforcing and collecting taxes. In doing this, it is serving both citizens and society, and that their interests are not necessarily opposite. Customers have many interests: they know that society needs an income to insure that government, education, social security, etc. are well functioning. Amongst others they have a sense of civics that makes them compliant with reasonable rules. They also do not like to be punished for transgressing these rules.

Nah Anda bisa liat kan? Tulisan kedua sama persis dengan tulisan yang pertama. Mereka cuma mengganti ‘we’ dalam tulisan pertama menjadi ‘tax adminstration’. Tulisan yang lain boleh dibilang 95% sama. 

Kesimpulannya: patut diduga ini adalah pencontekan, karena tulisan kedua tidak menyebutkan sumbernya.

Lalu apa yang harus saya lakukan? Tadinya nyaris saya mau mengemail si penulis kedua, mau nanyain kok tulisanmu rada plagiat gitu sih? Tapi setelah itu saya pikir-pikir, kok saya kurang kerjaan amat, belum tentu saya lebih baik dari dia! Takutnya si penulis itu ntar dipecat dari sekolah atau yang satunya malah dipecat dari kantor pajak Albania sana, terus saya merasa bersalah gimana? Akhirnya saya urungkan niat mengkonfrontir mereka, dan saya tuangkan aja di blog ini.

Kalau Anda jadi saya, apa yang Anda lakukan?