Selasa, 18 Februari 2014

Jalan-jalan Australia: Nginep di Mana Ya?

Setelah Anda menentukan DTW, tentunya langkah berikut adalah mencari tempat nginep. Banyak alternatifnya: nginep di rumah temen, nginep di rumah kosong, hotel di pusat kota (CBD), hotel di pinggir kota, atau hotl backpacker.

Nginep di rumah temen jelas paling enak, karena biasanya gratis. Tentunya ini temen harus sudah kenal lama dan hubungan baik-baik aja, jadi istilahnya jalan-jalan sambil ketemu teman lama. Tapi harus Anda ingat lho ya, temen yang Anda inepi ini tinggal di LN sekarang, jadi pastinya tidak ada pembantu di sana, jadi Anda harus tau diri untuk mencuci piring abis makan (kecuali dilarang sama tuan rumahnya), terus karena Anda pakai listrik dan air mereka, bolehlah Anda kasih ucapan terima kasih dengan memberikan sedikit oleh-oleh buat anak mereka (kaos misalnya), atau abis jalan-jalan Anda belikan seloyang dua loyang Pizza Hut. Dan juga mereka punya jadwal sendiri (entah kerja entah sekolah), jadi sebaiknya Anda tidak menunggu dianter-anter. Cari sendiri rute angkutan umum atau jalanan (kalo Anda sewa mobil). Anda tau sendiri lah unggah-ungguhnya.

Ada cerita tidak mengenakkan: suatu hari ada seorang temen di Australi sini (suami istri) dikirim email oleh temennya (seorang wanita) di Indonesia, mengabarkan bahwa suaminya sedang ada urusan bisnis di kota tempat tinggal keluarga itu. Pesannya kira-kira begini 'eh, suamiku sekarang lagi ada di kotamu lho, mbok kalian ketemu, dia nginep di Hotel X, kalo bisa tolong dong dimasakin makanan Indonesia, kasihan dia pingin'. Nah lho, gimana coba reaksi si keluarga ini? Ya betul, 'emangnya saya kurang kerjaan apa jemput-jemput ke hotel, terus masakin makanan Indonesia?' (tentu saja reaksi dalam hati). Kecuali Anda memang deket banget dengan si temen, sebaiknya jangan begitu, ini sudah di LN, siapa tau si temen sibuk sekolah terus parttime kerja di luar juga. Suruh masakin ala Indonesia segala? Di mana-mana banyak restoran Indonesia, silakan aja cari sendiri alamatnya di internet dan ke sana pakai angkutan umum kalo perlu. Kalo saya mau ketemu sama temen yang ada di suatu kota, medingan saya ketemu di tempat umum, kafe misalnya, jadi tidak ngerepotin. Itu kalo saya lho ya?

Kok malah jadi ngelantur. Selanjutnya: nginep di rumah kosong. Ini maksudnya bukan nginep di rumah hantu, melainkan nginep di rumah orang Indo yang kebetulan sedang pulang kampung. Biasanya di milis-milis student, kalo si pelajar pulang ke Indo buat riset atau ambil data, maka dipasanglah iklan di milis, siapa tau ada orang yang niat tinggal selama seminggu dua minggu, dengan bayar sekitar $100-200 seminggu, lumayan bisa nutup biaya listrik dan air (juga sebagian biaya sewa). Biasanya rumah begini deket dengan kampus-kampus, tapi mungkin jauh dari pusat kota (CBD) karena dekat CBD tentu sewa rumah mahal. Kalo kebetulan Anda ketemu yang begini, bisa murah karena maksimal biaya cuma $200 seminggu full, tapi ya gak kayak hotel yang pasti lebih bagus dan bersih. Anda harus tau diri untuk menjaga kerapihan. Ini alternative yang bagus buat ngirit, tapi Anda harus sangat beruntung karena harus pas antara jadwal liburan Anda dengan keberadaan kamar kosong. Karena rada ribet, maka saya belum pernah menggunakan cara ini.

Yang membawa kita ke alternative berikut: sewa hotel. Ada tiga macam: hotel di tengah kota (rada mahal), pinggir kota (rada murah), dan backpacker (murah). Dalam pengertian hotel ini adalah apartemen karena selain hotel ada juga serviced apartemen buat keluarga yang mau tinggal jangka pendek dan ada fasilitas dapur, mesin cuci dsb. Enaknya tinggak di deket CBD: biasanya di situ ada stasiun kereta/bis yang besar dengan jurusan kemana-mana dan buka sampai larut malam. Mau makan jenis makanan apa saja ada, tinggal cari di ponsel, biasanya bias dicapai dengan jalan kaki. Mau belanja deket mal-mal besar. Kekurangannya: sudah pasti lebih mahal dari hotel yang rada jauh. Tidak ada tempat parkir buat mobil kalo Anda nyewa mobil (atau kalo ada tarifnya mahal, bisa $50 sehari). Nah, hotel yang rada jauh dari CBD keunggulannya: tarifnya sedikit lebih murah (sekitar $40-50 lebih murah semalem dari hotel yang di CBD), kemungkinan ada tempat parkir buat mobil (gak semuanya lho ya). Kekurangannya yaitu angkutan umum jurusannya gak banyak dari daerah situ, terus mau cari makan dan belanja juga rada susah. Nah bagaimana dengan hotel backpack? Ini yang paling murah karena biayanya dihitung per kepala, bisa cuman sekitar $20-30 semalem/orang. Letaknya juga di CBD biasanya tapi di 'gang-gang sempit'. Biasanya suasananya berisik dan banyak orang (termasuk penghuninya) suka minum-minum. Kalo Anda petualang bisa dicoba, tapi saya sendiri belum pernah, karena saya ada keluarga dan satu anak kecil, jadinya hotel model gini gak cocok, karena bisa aja kita sekamar dengan orang yang gak kenal, hi... (satu kamar bisa dihuni sampai 8 orang lho). Oya satu info lagi, banyak hotel (bukan yang backpack) yang kamarnya bisa untuk sekeluarga lho, bahkan dengan tempat tidur tingkat segala. Jadi bisa sekamar bapak+ibu+dua anak yang gede. Contohnya Formule Hotel.

Kalo saya sendiri? Saya cenderung pakai hotel yang di CBD selama ini, baik di Melbourne (Travelodge Hotel, tinggal nyebrang udah Flinders Station), Sydney (Ibis, tengah kota, deket Central station), Gold Coast (WaterMark, jalan kaki 400m ke pantai paling top Surfers Paradise), Brisbane (Rydges, sepelemparan batu dari CBD tinggal nyebrang aja), Millenium (Auckland, jalan kaki 200m sampai CBD),  dan yang bintang tiga karena tidak terlalu jelek dan tidak terlalu mahal. Tarifnya berkisar $100-180 semalem.

Bagaimana cari hotelnya? Gampang, pake aja hotels.com, Agoda, Tripadvisor, atau booking.com. Situs-situs ini bagus kok, saya gak ada masalah sama sekali. Anda juga bisa baca reviewnya tiap hotel di situ. Jangan lupa bandingin harga untuk hotel yang sama, siapa tau ada yang nawarin lebih murah! Cari yang daerahnya Anda inginkan apakah dekat dengan DTW atau stasiun, atau apa aja. Semuanya lengkap.

Minggu, 16 Februari 2014

Jalan-jalan Australia: Apa yang dibawa?

Anda jangan ketawa ya mengetahui bahwa barang bawaan saya yang utama waktu jalan-jalan adalah gayung dan ember? Itu sebenarnya belum seberapa! Apa saja lagi barang ndeso yang saya bawa? Sebelum saya sebut, pertimbangan saya begini: koper waktu berangkat masih agak kosong karena nanti akan diisi kaos oleh-oleh dan souvenir asik lainnya. Terus sebisa mungkin menghemat biaya dan barangnya tidak berat.

Nah, barang apa yang saya bawa? Pertama-tama yang mesti disebut adalah rice cooker. Beneran? Iya saya bawa barang itu.  Pertimbangannya sederhana: makan di luar tiap hari itu gak enak (baca: terutama buat kantong). Misalnya makan siang bertiga habisnya bisa $40-50 di restoran Jepang, maka kalo saya beli lauknya doang (misal ayam panggang Nandos yang enak banget itu), satu ekor ayam cuman $20 bisa makan bertiga, masih bisa buat makan malamnya sekalian. Belum lagi apa sih yang bisa ngalahin lezatnya piknik bawa nasi terus makan ala outdoor? Gak usah malu! Tinggal masukin ransel, sampai tempat tiker digelar, terus makan dengan lahapnya. Gak ada orang kenal ini! Oya, harga rice cooker ini cuman $13, habis jalan-jalan langsung saya tinggal di hotel terakhir biar diambil sama si house keeper yang kebanyakan orang Asia ini. Catatan: tentu saja saya tidak tiap hari bawa nasi ke tempat wisata. Kadang-kadang saya juga nyobain restoran yang ngetop di tiap wilayah, misalnya Restoran Indonesia Delima di Sydney CBD, Pancake on the Rocks di Opera House atau Hurricane Grill di Surfers Paradise di Gold Coast sana! Ngirit boleh tapi enjoy the life ya perlu juga!

Berikutnya: popmie. Itu lho mie yang masaknya di gelas plastic. Saya udah lama tau bahwa tidak seperti di Indonesia yang gratis, sarapan di hotel di Australi sini harganya lumayan. Misalnya di Hotel Ibis Sydney, harganya $18 per orang (lha kalo tiga orang kayak saya berapa coba sehari buat sarapan doang, mending buat beli oleh-oleh!), di Brisbane Hotel Rydges malah $22. Maka dengan popmie tinggal masak air di hotel (semua hotel ada pemasak air buat bikin teh/kopi), masukin deh itu pop mie. Praktis dan murah. Pas pulang koper udah kosong karena popmie udah habis, tinggal diisi sama kaos yang masih bau toko!

Abis itu apa lagi ya? Tentu saja obat gosok Counterpain! Ingat lho ya saya kemana-mana naik angkutan umum yang pasti pake jalan kaki buat ke stasiun atau halte bis terdekat. Terus di tempat tujuan juga banyak jalan kaki. Misalnya di Opera House, jarak halte bis ke bangunanya bisa 500m, belum jalan kelilingnya. Terus kalo abis lari-lari di pantai Bondi atau Manly sambil bergaya ala Baywatch,  badan jadi pegel-pegel. Malemnya adalah saat si Counterpain beraksi biar besoknya segar lagi!

Kalo gak percaya, ini penampakan kamar hotel saya:


Yang pasti bisa bikin irit lagi adalah kalo jalan-jalan bawa sendiri air minum botolan. Beli dulu di swalayan biar harganya murah (gak sampai $1 sebotol). Masukin di ransel. Soalnya di tempat wisata atau vending machine, satunya harganya minimal $3. Mayan kan?

Demikian sedikit tips hemat wisata. Rada ndeso tapi efektif!

Rabu, 12 Februari 2014

Jalan-jalan Australia: Semuanya Sama, Jangan Takut Nyasar!

Bagi Anda yang belum pernah ke LN karena takut atau ragu-ragu nanti nyasar, nih saya kasih tau: bahwa semua tempat di LN (tepatnya di Negara maju) itu adalah sama! Jadi di manapun Anda berada, tidak akan pernah merasa asing. Gak percaya?

Yang pasti samanya adalah bahwa semua kota itu ada di peta dan semua peta sekarang ada di ponsel, maka Anda tidak akan nyasar. Kalo anda ragu-ragu ada di mana, buka saja Google Map. Tinggal Anda cari mau kemana, ketik alamat tujuan, nanti si gugel yang akan menyarankan Anda naik bis/kereta nomer berapa, jalan kaki berapa meter, belok ke mana saja pasti ketemu. Makanya saya bilang dari kemarin, internet adalah teman Anda.

Kalau si gugel gak tau Anda naik apa (kalo pakai kendaraan umum), maka kota-kota besar di Australia (saya alamin di Melbourne, Gold Coast, Sydney, Brisbane, juga Auckland di NZ sana), semuanya mempunyai website angkutan umum yang bisa diandalkan. Tentu berbeda-beda nama websitenya (silakan cari sendiri di internet). Tinggal masukkan alamat di mana Anda berada, alamat atau landmark tujuan Anda, maka si website itu akan menunjukkan Anda harus naik bis/kereta/feri yang jam berapa, dilanjut naik apa, terus jalan berapa meter ke tujuan. Yang pasti saya tidak pernah nyasar nyari alamat apapaun yang saya tuju di kota-kota tersebut. Atau kalo anda tidak pakai website, pasti di stasiun bis, kereta, atau feri bisa dicari gratis daftar rutenya. Ini saya alami di Singapura, Istanbul di Turki sana, maupun di Washington DC di Amrik sana. Semuanya lengkap dan jelas (pamer dikit!).

Bahkan di Australia sini, cara nyebrang jalan pun sama. Jadi Anda tinggal berdiri di lampu merah, tekan tombol mau nyebrang, tunggu lampu hijau nyebrang menyala. Kalo lampu menyala, saatnya anda nyebrang barengan orang lain yang nunggu dengan teratur. Yang berbeda cuman nadanya. Kalau di Perth lampu hijau nyala bunyinya tututututut... maka di Sydney bunyinya treettreettreet..kayak senapan mesin. Halah!

Yang sedikit berbeda adalah karcisnya. Kalo di Perth kita pilih pakai kartu kayak ATM yang diisi model pulsa. Begitu naik bis/feri/kereta tinggal di tag-on, kalo turun tingal di tag-off nanti pulsa kita berkurang sesuai jarak. Ini sama dengan di Melbourne, Gold Coast, dan Brisbane. Di Sydney dan Auckland karcis masih pakai kertas dan belinya bukan di supirnya tapi di toko eceran macam Seven eleven (denger-denger mau diganti pakai kartu kayak di Perth). Di Sydney, karcis bis gak bisa dipakai naik kereta (rada repot tapi ya apa boleh buat)

Terus kalo Anda sewa mobil malah repot kalo dipakai di dalem kota. Bayar parkir mahal banget. bahkan di hotel Ibis Sydney tempat saya nginep, ongkos parkir di hotel adalah $50 sehari padahal sewa kamar cuman $130an semalem. Enaknya kalo mobil bisa dipakai ke luar kota, misalnya ke Blue Mountains di Sydney (bagus lho!) atau Mt Buller di Melbourne buat liat salju dan main ski (saya udah bosan liat ski di Amrik, jadi di Australi saya udah gak minat lagi). Jalan kalo di dalam kota macet dan rada rumit. Bahkan cara belok kanan bagi mobil di Melbourne malah aneh banget, mesti ambil jalur paling kiri dulu (di sini setir letaknya di kanan kayak di Jakarta), menunggu mobil yang lurus abis, baru belok kanan. Temen saya di Melbourne malah gak berani nyetir di dalam kota karena aturan ini. Jadi: kalau jalan di dalam kota jauh lebih mending naik angkutan umum.

Satu lagi: umumnya di daerah CBD tersedia bis gratis yang muter-muter keliling kota tiap 8 atau 10 menit sekali. Ini ada di Perth, Melbourne (namanya trem), Sydney, Brisbane. Pokoknya udah umum deh.

Mungkin di Indonesia dianggap hebat, tapi di sini biasa aja: waktu konferensi di Auckland, saya baru pertama kali ke NZ, sama sekali gak ada orang yang kenal, biasa aja tuh, mendarat di bandara, cari taksi, checkin hotel, cari tempat konferensi, jalan-jalan, semuanya sendiri dan lancar jaya berkat internet. Coba bayangin orang bule mau konferensi katakanlah di Jalan Kramat Raya Jakarta sana misalnya, bisa kesasar dia ke Kramat Tunggak karena gak ada peta online dan petunjuk angkutan umum yang jelas, malah mungkin kena korban copet (ups...)

Ini contoh hasil pencarian saya melalui situs translink punyanya Negara bagian Queensland. Ini rute dari hotel saya di Gold Coast menuju hotel saya di Brisbane (jarak 73km):


Nah jelas kan? Di situ ditunjukin dari hotel saya harus jalan 106 m ke halte Remembrance Drive di Markwell Avenue. Kemudian naik bis nomer 745 jurusan Surfers Paradise ke Nerang station. Sampai di stasiun jalan 45 m ke platform 2. Abis itu naik kereta VLBD jurusan Varsity Lake ke Brisbane Airport, turun di South Brisbane Station. Kemudian jalan 417m ke Griffith Univeristy Southbank Campus. Anda perhatikan: bahkan petunjuk arahpun lengkap sampai meter-meternya! Gampang kan?

Jadi tunggu apa lagi? Ayo segera cek saldo tabungan Anda! Gak usah takur nyasar!