Sabtu, 05 Februari 2011

Ngomong-ngomong tentang IKEA

Sekitar tiga minggu lalu saya perki ke IKEA (bacanya:aike-a). Kalo Anda pernah membangun rumah atau mau ngisi perabotan rumah, tentu Anda pernah melihat katalog produk ikea tadi. Biasanya katalog ini dibawa-bawa sama tukang pendesain kitchen set, sofa ataupun lemari, untuk dicontek. Katalognya tebal, rada mewah dengan gambar berwarna yang berisi seribu satu produk ikea dari peralatn dapur, kamar mandi, kamar tidur, wah pokoknya komplet! Dulu waktu di Amrik saya juga sering pesen katalog ke ikea biar dikirim ke rumah. Dan mereka memang mengirim katalog itu walaupun gak ada tokonya di North Carolina.

Kembali ke cerita, sejak pertama tau ada ikea di sini saya udah penasaran, kayak apa sih toko yang terkenal ini? Lokasinya rada di luar kota, mungkin biar investasinya murah karena tokonya ternyata gede banget dengan tempat parkit yang luas, bahkan ada restorannya juga. Yah kayak Makro Serpong lah kira-kira (yang sekarang udah almarhum itu). Lantai atas berupa barang diplay yang dikelompokkan berdasar ruangannya. Misalnya ruang tidur, ya diisi kasur, lemari, meja, kursi, lampu dsb dengan masing-masing diberi harga. Kemudian kalo di ruang keluarga ya isinya kabine tv, rak buku sofa dan temen-temennya. Displaynya sangat lengkap, dari yang kecil-kecil macam pot bunga dan lampu tidur samapi dengan sofabed dan rak kabinet yang besar-besar. Si calon pembeli tinggal mencatat barangnya apa, ntar belinya di lantai bawah, bawa pulang sendiri atau minta tokoknya nganterin dengan ongkos tertentu.

Yang membuat saya terkesan sebenarnya adalah model bisnisnya. Dengan cabang yang di mana-mana di seluruh dunia, tentunya barangnya harus dibuat standar. Nah yang begini yang kayaknya gak ada di Indonesia. Apa kita bisa mendapatkan sofa misalnya dengan model yang sama di tempat berbeda dengan kualitas yang sama? Palingan kalo di kita yang barangya standar paling adanya yang knock-down model Olympic gitu. Dulu ada mebel merk Ligna tapi kayaknya dia sudah almarhum sekarang. Lagipula di Ikea harganya jelas terpampang dan garansinya juga jelas (ada yang 2 tahun, 5, 10, 15, 25 tahun tergantung jenis barangnya).

Anda yang pernah belanja mebel di Indonesia pasti pernah merasakan ketidaknyaman. Bayangkan Anda masuk toko mebel, misalnya di sepanjang Fatmwati sana (saya pernah merasakan). Anda kayaknya merasa diintimidasi. Bagaimana tidak, setiap langkah Anda dikuntit oleh SPGnya, ditanya macam-macam, terus yang paling parah adalah tidak ada label harga yang tercantum di barangnya. Kalau Anda mau tahu, Anda harus nanya ke SPGnya, yang membuat tidak nyaman (padahal tujuan Anda baru mau banding-bandingin, belum diputuskan mau beli!). Belum lagi kalo Anda khawatir 'dikerjai' dengan dikasih harga yang ketinggian karena melihat penampilan Anda yang meyakinkan misalnya! Lagipula Anda sulit membandingkan dengan toko lain, karena toko yang lain juga 'memperlakukan' Anda dengan cara yang sama! Beli di pameran juga sama saja. Memang harganya tercantum, tapi kayaknya udah di-mark up sehingga malah lebih mahal!

Nah, praktek di Ikea ini adalah praktek bisnis yang jujur kalo menurut saya. Harga barangnya jelas, garansinya jelas, produknya standar, dan juga bagus-bagus. Anda bisa berkeliling sampai modar di tokonya tanpa diusik para salesnya. Kalo mau beli ya silakan, kalo tidak ya gapapa. Tambahan lagi, setelah saya lihat-lihat harga barangnya juga gak mahal-mahal amat, padahal bagus dan bergaransi lho. Misalnya sofa 3 seater (di sini ukurannya gede benget) dengan garansi 10 tahun, harganya $599. Meja komputer kayu $79, rak buku besar $179. Pokoknya wajar lah! Sendiri cuman membeli satu meja komputer seharag $19 sama jam meja $2, maklum rumah masih nyewa, mau dikemanain ntar barangnya (dan terutama duit juga tidak mengijinkan!)

Saya bayangin kalo ada toko (semacam) Ikea ini di Jakarta, tentu para toko mebel yang memanfaatkan kegamangan konsumen akan tutup satu per satu!

*Disclaimer: saya bukan pegawai Ikea dan juga tidak kenal dengan pemiliknya, jadi saya bukan sedang promosi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar