Senin, 28 Februari 2011

Kisah Tiga Perpus

Perpus#1. Adanya di sekolah Aby. Seperti biasa tiap sekolah ada perpusnya. Tapi rupanya perpus di sini rada unik juga. Tiap hari Senin, murid kelasnya Aby ada jam khusus buat minjem buku perpus. Anak-anak boleh pinjam buku apa aja. Dasar si Aby kegemarannya ular, dia udah banyak minjem buku mengenai ular, misalnya Snakes and other reptiles, dictionary of snakes, encyclopedia of snakes, snakes and other crawly creatures, dll. Walah, sampai mblenger saya ngeliatnya. Tapi saya salut juga lo sama sekolahnya itu soalnya dengan begitu si anak jadi seneng baca. Semua anak dibekali dengan reading log yang berisi buku apa saja yang dibaca anak selama sebulan. Jadi tiap hari si Aby harus mengisi buku apa yang sudah dibacanya hari itu, dan saya sebagai orangtuanya tinggal menandatangani aja, kemudian diserahkan ke gurunya untuk juga ditandatangan. Mungkin si guru heran ini anak pinjem buku mengenai ular melulu!

Oya ada satu lagi. Selain boleh meminjam sesukanya, tiap murid harus pinjam satu buku seri lexile tiap minggu. Buku seri lexile ini nyambung dengan program di internet. Jadi setelah si anak baca bukunya, terus buka websitu lexile-nya, masukin nama dan password, kemudian si anak cari judulnya di website itu kemudian mengerjakan soalnya mengenai buku itu. Misalnya judul bukunya 'Si kancil Nyolong Timun', maka nanti ada soalnya di lexile itu: Si Kancil nyolong apa? Tinggal si anak milih jawaban. Tiap buku ada soalnya yang rata-rata berjumlah sepuluh. Jadi mau gak mau si anak baca buku seri ini, soalnya pihak sekolah bisa memantau sampai sejauh mana anak membaca buku, karena kegiatan membaca anak sekolah terpantau dan si anak juga ada levelnya tertentu di situ. Sebuah upaya yang cerdik! Patut ditiru sama sekolah di Indonesia!

Perpus#2. Namanya Victoria Park Library. Ini adalah semacam perpus umum yang ada di tiap kecamatan. Perpusnya dingin banget, cocok buat ngadem di tengah cuaca summer yang panas. Koleksinya lumayan lengkap: fiksi, nonfiksi, majalah, koran, bahkan DVD dan CD. Lumayan juga koleksi novel-novelnya, misalnya istri saya bisa menamatkan bestseller Millenium Trilogy karya Stieg Larsson: The Girl with the Dragon Tattoo, The Girl Who Played With Fire, dan The Girl Who Kicked the Hornet's Nest. Juga ada buku-buku best seller yang lain semisal the Kite Runner atau the Alchemist. Bahkan istri saya malah bisa pinjam buku 550 Resep Makanan Nusantara yang berbahasa Indonesia! Aneh kan... Tapi karena saya tahunya ada perpus ini belakangan, saya telanjur udah beli beberapa novel di sini, misalnya karya Dan Brown (the Lost Key), Sydney Sheldon (Mistress of the Game), John Grisham (King of Torts, the Associate), Tom Clancy (Executive Decision). Jadi anggota gratis, pinjem koleksinya juga gratis. Tahu gitu gak usah beli wong ternyata buku-buku tersebut ada di perpus itu! Perpus umum kayak gini juga perlu ditiru di Indonesia...

Perpus#3. Curtin Library. Tentu saja ini adalah perpus andalan saya buat menyelesaikan sekolah, mudah-mudahan. Walaupun gedungnya kurang gede dan jumlah komputernya kurang, tapi program komputer dan koleksi koleksi databasenya lengkap. Jurnal ilmiah apapun, di manapun terbitnya bisa dicari secara online. Bahkan ada juga di sini databse osyris dan osiana yang kantor tempat saya kerja dulu punya, yang katanya harganya ratusan juta rupiah! Sekali lagi perpus model gini juga perlu dimiliki oleh universitas di Indonesia. Tapi saya gak berani bayangin beli database begitu banyak dan juga software yang bermacam-macam itu, entah berapa duit anggaran yang diperlukan, soalnya kan gak bisa dibajak (ataupun kalo bisa, tentunya malu masak universitas membajak program dan database?).

Demikian sekilas cerita mengenai trio perpus yang setia mengisi hari-hari kami...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar