Kamis, 15 Desember 2011

Buat Anda Yang Penasaran: Sekolah SD di Australia

Penasaran mengapa Aby bisa membuat karangan yang rada lumayan (sebuah pandangan yang rada-rada subjektif), saya membolak-balik buku-buku Aby yang sudah dikembalikan menjelang berakhirnya tahun ajaran. Kira-kira beginilah penjelasannya, siapa tahu bisa membuka wawasan Anda mengenai apa dan bagaimana sekolah dasar di Perth sini khususnya, dan Australi pada umumnya (barangkali!).

Pelajaran bahasa (Inggris) di sini kelihatannya menekankan pada bagaimana menggunakan bahasa dalam berkomunikasi, bukan ilmu mengenai apa bahasa itu. Bingung? Contohnya gini, waktu saya SD jaman dulu (gak tau mungkin sekarang kurikulum udah berubah, tapi saya gak yakin), waktu pelajaran bahasa Indonesia, kita disibukkan dengan pengetahuan mengenai apa-nya, misalnya dulu suruh ngapalin bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat sepuluh jenis kata, yaitu kata sifat, kata depan, kata keterangan, dsb (tuh, saking hapalnya saya masih ingat beberapa!). Terus definisi dan macam-macam peribahasa, misalnya metafora berarti menggambarkan sesuatu dengan benda yang lain, hiperbola berarti menggambarkan sesuatu dengan berlebih-lebihan, dst.

Di Ostrali sini, belajar bahasa berarti belajar memakai bahasa untuk komunikasi. Ada reading, listening, writing, speaking. Berhubung topiknya sekarang writing (topik lain nanti menyusul), maka saya cerita dulu tentang menulis ini. Saya ingat dulu kalau pelajaran menulis, jaman dulu namanya pelajaran 'mengarang', waktu SD kita tidak pernah diberikan penjelasan mengenai struktur tulisan yang benar (atau waktu itu saya gak perhatiin ya?). Palingan dulu kelas 4 SD saya diajarin menulis surat ijin sama mengarang bebas (yang 99% murid akan memulai cerita dengan 'pada suatu hari ...'). Begitu Pak Guru ngumumin bahwa topik hari ini adalah 'mengarang' maka sontak terdengar: 'waduuhh..' atau 'huuu..'. Mengarang kelihatannya sulit karena kayaknya sang guru sendiri tidak mengajarinya dengan benar, atau memang malah gurunya sendiri gak tau cara ngarang yang benar! (wah, dosa nih!).

Kalau di sekolah Aby sini, saya lihat sudah diajarin berbagai macam karangan. Ada yang bersifat recount alias menulis apa yang sudah terjadi. Misalnya si murid disuruh menulis mengenai pengalaman liburan atau hasil study trip (waktu itu si Aby ada jalan-jalan ke perkampungan Aborigin). Di pelajaran itu ditunjukkan bagaimana menerangkan peristiwanya apa, di mana, siapa peserta, dan bagaimana kesan si murid. Kemudian tulisan si murid diserahkan ke guru, dan gurunya mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi (contohnya lihat tulisan pertama Aby di entri sebelumnya).

Kemudian ada lagi tulisan yang bersifat argumentatif. Si murid disuruh berpendapat mana yang terbaik di antara dua alternatif yang disediakan, lalu mengemukakan alasan-alasannya. Topiknya sih sederhana, misalnya adalah mana yang lebih baik memelihara kucing apa anjing, dan lalu disuruh menjelaskan argumentasinya, lalu ditutup dengan kesimpulan. Saya ingat dulu pelajaran tulisan argumentasi ini saya pelajari kelas satu SMP!

Ada lagi yang bersifat persuasif, di mana si murid disuruh membuat tulisan bernada himbauan, tentu dengan alasan yang jelas. Saya lihat di buku Aby ada tugas membuat himbauan mengenai 'mengapa kalau anak main di halaman sekolah harus pakai topi'. Sekali lagi topiknya sederhana, tapi membuat anak terbiasa menuangkan pikirannya dalam bentuk tulisan.

Nah yang menarik adalah tulisan mengarang bebas, alias fiksi. Di situ ditunjukkan bagaimana membuat kalimat pembuka (hook), yang membuat orang tertarik membacanya, kemudian deskripsi mengenai tokoh utama dan tokoh sampingan, kemudian problemnya apa, cara mengatasinya bagaimana, dan ending-nya seperti apa. Menarik sekali. Bayangin dulu waktu pelajaran mengenai fiksi waktu SMP, saya malah disuruh menghapalkan nama-nama penyair pujangga baru dan lama, berikut nama-nama tokoh dalam cerita Siti Nurbaya, Salah Asuhan, dsb. Bukannya membuat cerpen atau gimana. Waduh...

Makanya saya tidak heran kalau anak sini sampai para mahasiswa begitu lihai membuat tulisan (baik ilmiah maupun bukan), karena dibiasakan sejak kecil. Bandingkan dengan mahasiswa Indonesia yang tulisan ilmiah pertamanya (dan kemungkinan terakhirnya) adalah menulis skripsi sebagai tugas akhir kuliah S1!

Anda setuju?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar