Semuanya itu
masih ditambah lagi dengan syarat menjadi PhD yaitu bisa menyumbangkan suatu
pengetahuan dalam suatu bidang ilmu tertentu. Lha ini kan berat banget. Ukuran menyumbangkan
ilmu itu kayak gimana? Apa iya penelitian saya ini sudah menyumbangkan sesuatu
yang signifikan? Bagaimana kalo sumbangannya kecil, sehingga tidak cukup layak
untuk dianugerahi gelar PhD? Doktor gitu, lho? Ketidakyakinan saya terutama
karena pembahasan saya yang saya rasa kurang begitu dalem. Saya hanya
menghubung-hubungkan temuan satu dengan yang lain secara cukup lengkap, tetapi
saya sendiri tidak menjawab mengapa
hal itu terjadi. Soalnya untuk menjawab mengapa-nya
ini memerlukan suatu riset tersendiri karena tidak terlalu terungkap melalui
instrumen penelitian saya yaitu questioner, wawancara, dan fokus grup diskusi.
Selain hal-hal di
atas, saya juga merasa agak bersalah pada Pak Prof, karena selama ini dia
selalu bilang ‘udah kamu tenang aja, saya liat kamu cukup bagus kok’ dalam
berbagai kesempatan. Bahkan dia juga mempercayai saya membantunya sebagai
research assistant dalam proyek dia mengenai carbon tax di Australia. ‘Salah’
saya sendiri juga, kenapa saya berhasil menerbitkan paper dua kali di jurnal
kelas A. Dengan semua fakta itu si Prof membiarkan saya menulis sendiri, sangat
sedikit dia mengarahkan saya. Supervisor yang lain bahkan mungkin meminta anak
didiknya untuk menyetor satu demi satu bab terus direview dengan teliti. Kalau si
Prof saya ini lain. Dia justru nanya ke saya maunya gimana cara menyerahkan
draft apakah mau satu per satu atu per beberapa bagian? Lha saya ditanya gitu
ya maunya borongan aja, jadi gak bolak-balik bab demi bab yang memakan waktu
lama.
Akhirnya ya
begitulah. Dua bab saya setor di awal, abis itu dikoreksi dikit terus maunya
dia langsung sebuah produk jadi tesis, langsung delapan bab secara keseluruhan.
Waktu saya kasitau cara ini ke temen-temen saya, rata-rata mereka pada heran,
kok bisa ya begitu. Mereka rata-rata per bab dimajuin, sehingga makan waktu
lama. Ya tpi begitulah yang terjadi pada saya.
Jadi memang seperti itu,
sementara saya di Indonesia beresin rumah dan nyari sekolah buat si Aby, Pak
Prof di Perth sana memeriksa draft tesis saya. Walaupun tampaknya saya
menikmati liburan di Indonesia (karena tidak ada hal-hal yang akademis yang
saya lakukan), dalam hati saya pikiran tidak tenang bertanya-tanya apa yang
akan terjadi terhadap draft tesis saya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar