Walaupun saya
sudah pulang dan menikmati makanan enak-enak di Indonesia dan juga hidup dengan
kebanggaan ‘semu’ sebagai seorang PhD baru, sebenarnya saya dalam hati
menduga-duga apa yang akan terjadi dengan tesis saya itu. Apakah saya lulus, lulus dengan revisi, apakah harus submit ulang, ataukah malah tidak lulus? Yang terakhir ini
amit-amit deh!
Tesis sudah saya
submit tanggal 1 Agustus. Sesuai petunjuk di website, saya minimal menunggu
enam minggu sebelum saya mendapatkan penilain dari examiner. Wah ini enam
minggu sudah berlalu kok saya belum mendapatkan hasil apa-apa? Ada apa nih? Saya juga tidak
mendapat ‘bocoran’ dari profesor saya yang sekarang sudah mantan itu.
Karena sudah
tidak sabar menunggu, tanggal 22 September (sesudah tujuh minggu sejak submit) saya
email ke mantan Prof saya itu. Tentunya saya tidak langsung menanyakan
bagaimana hasil tesis saya (gengsi dong!). Malah sebaliknya, saya ceritakan
bahwa kami sekeluarga sudah kembali dengan baik-baik di Indonesia, si Aby udah
sekolah, saya udah balik kerja, jalanan masih macet, polusi masih tinggi, bla
bla bla. Saya sama sekali tidak nanya masalah tesis itu.
Wah tumben si
Prof gak langsung bales email saya (mungkin setelah mantan, dia jarang buka
email). Tanggal 26 dia baru bales email. Ternyata dia lagi sibuk dengan
keluarganya dan ultah anaknya. Dan juga ternyata dia sakit (gak tau sakitnya
apa) dan akan perlu operasi. Waduh! Perihal tesis, malah dia menyampaikan bahwa
terjadi pergantian examiner, karena ternyata si Ibu Prof yang waktu itu hadir
di konferensi saya batal menjadi examiner karena mau pensiun. Cilaka nih,
tambah lama aja prosesnya. Akhirnya dia mengajukan dua nama lainnya, sebagai
ganti Ibu Prof itu.
Kembali saya
menunggu di tengah ketidakpastian. Kalo menunggu Part 1 dimana draft tesis saya
serahkan ke Prof untuk diteliti, lebih pasti waktunya yakni sekitar tiga
minggu, maka menunggu Part 2 yakni pengumuman dari examiner ternyata lebih lama
dan lebih tidak pasti lagi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar