Anda masih ingat kan apa itu plagiarisme? Ini adalah istilah
di dunia ilmiah untuk ‘pencontekan’. Artinya orang yang menulis sesuatu harus
orisinil dari dia, kalo dia menulis buah pikiran orang lain, maka dia harus
sebutkan sumbernya. Masalah plagiarisme ini serius lho, bahkan di Indonesia
pun. Gak percaya?
Kira-kira dua tahun lalu terdapat seorang profesor jurusan
hubungan internasional yang terkenal di sebuah universitas di Jawa Barat (nama
profesornya dan nama universitasnya saya lupa). Dia menulis sebuah artikel
opini di Jakarta Post. Nah, rupanya ada seorang pembaca yang mendapati bahwa
terdapat sebuah paragraf di tulisan dia yang merupakan gagasan orang lain, dan
si profesor ‘lupa’ mencantumkan sumber tulisannya. Setelah terjadi
korespondensi di antara penemu dengn penulis, akhirnya si profesor tidak bisa
mengelak lagi. Entah bagaimana kasus ini menjadi besar dan menjadikan dunia
akademis Indonesia geger. Singkat cerita, si profesor akhirnya dicopot gelar
profesornya, dan kalo gak salah dia juga diberhentikan dari tempat kerjanya. Bayangin,
gara-gara satu paragraf!
Kasus kedua, menyangkut seorang profesor top dari
universitas top di Jawa yang juga pejabat tinggi di suatu departemen (saya
ingat namanya dan nama universitasnya, tapi silakan cari sendiri deh di
gugel!). Nah pada suatu si profesor yang juga pejabat tinggi ini menulis artikel
opini di harian Kompas. Kejadiannya sama, seseorang mendapati bahwa beberapa
bagian dari tulisannya ternyata sama dengan tulisan orang lain di bagian dunia
lain. Si profesor juga ‘lupa’ menyebutkan sumbernya. Kasus ini juga menjadi
geger, dan beliau pun diharuskan melepaskan gelar profesornya, setelah
diwacanakan agar dia disidang di rapat etik dewan guru besar di univeristasnya.
Lalu apa hubungannya saya sama plagiarisme ini? Gak ada sih,
cuman saya kemarin secara tidak sengaja menemukan sebuah kasus ini. Ceritanya begini,
saya waktu itu lagi nyari-nyari artikel tentang pemasaran (marketing) yang
dilakukan oleh departmen pajak di negara-negara lain. Nah saya menemukan sebuah
laporan dari Asosiasi Administrasi Perpajakan di Eropa (IOTA). Saya baca dan
pelajarilah laporan dari konferensi mereka itu. Dokumen ini bertahun 2009.
Kemudian, saya dapat satu artikel lain, kali ini ditulis
oleh dua orang, yaitu seorang dari universitas X di negara Albania dan seorang
pejabat di Departemen Pajak negara yang sama. Isinya mengenai marketing di
departemen pajak negara itu. Eh, pada suatu paragraf saya baca kok rasanya ini
paragraf pernah saya baca di tulisan yang IOTA terbitin itu ya? Saya
banding-bandingin, eh iya emang mirip banget! Dokumen yang kedua ini bertahun 2011,
berarti patut diduga ini mencontek yang tahun 2009. Saya liat di tulisan kedua,
gak disebutkan sumbernya! Wah gawat nih!
Ini nih perbandingannya:
Tulisan pertama:
DEFINITION OF MARKETING IN A TAX ADMINISTRATION
First of all, tax administrations have a number of special
features that do not apply to private companies. The services we offer are very
often compulsory. We have a public mission we have to fulfil – safeguarding
public funds – we are also a monopoly. Moreover our core business is not a very
popular one: enforcing and collecting taxes. In doing this, we are serving both
citizens and society, and we have to explain that their interests are not
necessarily opposite. Citizens have to submit their tax file and pay taxes. We
can also apply sanctions if they do not – that is part of our product. Our
‘customers’ have many interests: they know that society needs an income to
insure that government, education, social security, etc. are well functioning.
Amongst others they have a sense of civics that makes them compliant with
reasonable rules. They also do not like to be punished for transgressing these
rules.
Ini tulisan kedua:
MARKETING IN A TAX ADMINISTRATION
Tax administrations have a number of special features that
do not apply to private companies. The services they offer are very often
compulsory. Tax administration has a public mission to fulfill – safeguarding
public funds – it is also a monopoly. Moreover its core business is not a very
popular one: enforcing and collecting taxes. In doing this, it is serving both
citizens and society, and that their interests are not necessarily opposite.
Customers have many interests: they know that society needs an income to insure
that government, education, social security, etc. are well functioning. Amongst
others they have a sense of civics that makes them compliant with reasonable
rules. They also do not like to be punished for transgressing these rules.
Nah Anda bisa liat kan? Tulisan kedua sama persis dengan
tulisan yang pertama. Mereka cuma mengganti ‘we’ dalam tulisan pertama menjadi ‘tax
adminstration’. Tulisan yang lain boleh dibilang 95% sama.
Kesimpulannya: patut
diduga ini adalah pencontekan, karena tulisan kedua tidak menyebutkan
sumbernya.
Lalu apa yang harus saya lakukan? Tadinya nyaris saya mau
mengemail si penulis kedua, mau nanyain kok tulisanmu rada plagiat gitu sih? Tapi
setelah itu saya pikir-pikir, kok saya kurang kerjaan amat, belum tentu saya
lebih baik dari dia! Takutnya si penulis itu ntar dipecat dari sekolah atau
yang satunya malah dipecat dari kantor pajak Albania sana, terus saya merasa
bersalah gimana? Akhirnya saya urungkan niat mengkonfrontir mereka, dan saya
tuangkan aja di blog ini.
Kalau Anda jadi saya, apa yang Anda lakukan?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusbakal email si penulis minta klarifikasi,hal yang salah mas mau didiamin?ini emang hal kecil tapi klo mas terlatih mendiamkan yang secara nurani ada yang salah,jgn harap ditempat kerja mas bisa berbuat baik untuk sesuatu yang besar,paling didiemin,cari aman tul gak?
BalasHapus