Karena saya bukan seorang peneliti, maka apapun yang terjadi di sini merupakan ilmu baru. Contohnya adalah ethics clearance. Buat Anda yang belum pernah menjadi peneliti, kira-kira maksudnya ini adalah sebuah surat keterangan dari universitas yang menerangkan bahwa secara etis, proposal penelitian yang akan dilakukan sudah mendapat persetujuan, alias tidak melanggar etika. Sebelum mendapatkan clearance ini, penelitian lapangan belum boleh dilakukan.
Saya gak tau apakah hal ini ada di Indonesia (kan udah dibilang saya bukan peneliti). Penelitian saya yang berbentuk kuesoner juga diharuskan lolos etik ini, karena melibatkan orang sebagai responden. Tapi rupanya ada dua macam clearance, yaitu yang berisiko tinggi (Form A) dan berisiko rendah (Form C). Saya gak tau kenapa gak ada Form B, berisiko menengah. Yang berisiko tinggi misalnya penggunaan darah dalam eksperimen, sel manusia, pasien rumah sakit, dsb. Yang berisiko rendah misalnya wawancara, kuesioner, survei telepon dsb (saya heran apa kalo ngisi kuesioner, si pengisi berisiko digamparin orang, misalnya?).
Yang menentukan apakah Form A atau C ya panitianya. Untuk itu, calon peneliti diharuskan mengisi formulir yang terdiri dari puluhan pertanyaan, misalnya apakah melibatkan anak di bawah umur, melibatkan pasien rumah sakit, pengambilan darah/dagiing, ada radiasi, dsb. Kalau ada jawaban yang 'ya', si peneliti diharuskan melaksanakan ketentuan mengenai masalah sb, misalnya kalo melibatkan anak, apa yang harus dilakukan, atau kalo mau mengambil darah, prosedur apa yang harus dijalani. Untuk mendapatkan clearance, diperlukan waktu sebulan. Jadi selain lulus candidacy, harus lulus juga ethics-nya!
Demikianlah kira-kira ilmu baru di sini. Tapi kok serius banget ya entri kali ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar